SAUH BAGI JIWA
“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.” (2 Timotius 1:5)
“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.” (2 Timotius 1:5)
Pada zaman Musa, Allah berfirman, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Ul 6:6-7). Generasi terdahulu mengajarkan kepada generasi yang lebih muda, berulang-ulang dengan tidak jemu-jemu.
Ajaran yang terus-menerus disampaikan mungkin akan memberikan dampak, tetapi tidak ada jaminan bahwa dampak itu akan selalu baik. Pada zaman hakim-hakim, ada seorang dari pegunungan Efraim bernama Mikha. Ia mencuri uang ibunya. Alkitab mencatat: “Uang perak yang seribu seratus itu, yang diambil orang dari padamu dan karena itu kauucapkan kutuk – aku sendiri mendengar ucapanmu itu – memang uang itu ada padaku, akulah yang mengambilnya.” (Hak 17:2). Mikha telah melanggar hukum kelima dan kedelapan.
Namun, ada hal yang lebih jahat lagi. Alkitab mencatat: “Tetapi ibunya berkata: “Aku mau menguduskan uang itu bagi TUHAN, aku menyerahkannya untuk anakku, supaya dibuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu. Setelah selesai patung-patung itu ditaruh di rumah Mikha (Hak 17:3-4). Catatan ini menunjukkan bahwa patung-patung itu disembah oleh Mikha, bukan sekadar hasil kesenian manusia. “Allahku yang kubuat serta imam juga kamu ambil, lalu kamu pergi. Apakah lagi yang masih tinggal padaku?” (Hak 18:24). Mikha bahkan melanggar hukum pertama dan kedua.
Mikha mentahbiskan anaknya laki-laki menjadi imamnya (Hak 17:5). Tiga generasi umat Allah menyimpang dari ajaran yang murni. Mikha, ibunya dan anak laki-lakinya telah melanggar firman Tuhan. Generasi yang terdahulu melakukan langkah yang salah, diikuti oleh angkatan yang kemudian. Mereka masih mengetahui tentang Tuhan , namun tidak mengenal Tuhan dengan benar (Hak 17:3). Di zaman gereja awal, oleh dorongan Roh Kudus, Petrus menyatakan, “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.” (2Ptr 3:18).
Paulus mengenal sebuah keluarga yang memiliki iman yang tulus ikhlas, yaitu keluarga Timotius. Neneknya, Lois dan ibunya, Eunike mempraktekkan iman yang sehat dalam keluarga tersebut. Tiap-tiap hari Timotius melihat kehidupan iman yang nyata dalam rumahnya. Ia tahu hal itu berkenan kepada Allah, dan ia pun mengikutinya. Paulus kemudian mendorong agar Timotius tidak hanya meneladani hal yang baik dari ibu dan neneknya, namun juga dapat menjadi teladan bagi orang lain. Dalam suratnya, Paulus mengatakan, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1Tim 4:12).
Generasi demi generasi, angkatan demi angkatan melakoni kehidupan di berbagai tempat, di segala zaman. Kita berharap berbagai generasi itu kelak akan berkumpul kembali dalam kekekalan. “Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 8:11). Alangkah indahnya!