SAUH BAGI JIWA
“Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana” (Matius 25:1-2)
“Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana” (Matius 25:1-2)
Bijak atau tidak, peluangnya seimbang: 50 – 50. Mari perhatikan lima gadis yang “belum” bijak. Pertama, mereka mengambil pelitanya. Pemazmur mengatakan, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mzm 119:105). Mereka membawa firman Tuhan sebagai pelita yang menunjukkan jalan. Prinsip ini bisa dilihat dari semangat Paulus yang membaca firman Tuhan hingga hari tuanya (2Tim 4:13).
Kedua, lima gadis yang belum bijak itu pergi menyongsong mempelai laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka memiliki tujuan hidup yang baik dan benar. Mereka bukan asal hidup. Perhatikan catatan Paulus: “Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati.” (1Kor 15:32b).
Ketiga, semua gadis itu, baik yang bijak maupun belum, mengantuk karena mempelai laki-laki belum datang juga (Mat 25:5). Namun, saat tengah malam terdengar suara: “Mempelai datang! Songsonglah dia! Semua gadis, termasuk yang belum bijak, bangun lalu membereskan pelitanya masing-masing (Mat 25:6-7). Ketika orang tengah tidur nyenyak dan mungkin sedang asyik bermimpi, nyatanya kesepuluh gadis itu bangun. Mereka memiliki kerinduan untuk menyongsong mempelai laki-laki. Pada hari ini, tidak semua umat pergi ke bait Allah untuk bertemu dengan “mempelai laki-laki” pada jam ibadah yang telah ditentukan. Padahal belum pernah terdengar ada rumah ibadah menetapkan jadwal kebaktian tengah malam.
Keempat, semuanya, termasuk lima gadis yang belum bijak, membereskan pelitanya (Mat 25:7b). Yesus menyatakan, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat 5:14,16). Pelita yang “dibereskan” bisa bersinar terang. Beberapa jemaat masih melakukan kesenangan yang “tidak beres” dan tidak pernah berniat “membereskan” hidupnya (Mrk 1:19).
Kelima, lima gadis yang belum bijak itu berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana, “Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam.” (Mat 25:8). Mereka sadar bahwa pelitanya hampir padam. Daud dalam mazmurnya berkata, “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari.” (Mzm 19:13). Kelima gadis yang belum bijak itu sebetulnya menyadari bahwa diri mereka masih memiliki kekurangan atau kelemahan.
Keenam, kelima gadis yang bijak menjawab, “Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya…” (Mat 25:9-10a). Lima gadis yang belum bijak menerima saran dari lima gadis yang lain. Mereka mau melihat kelemahan diri sendiri, yaitu mengapa mereka tidak membawa minyak.
Kadangkala, umat Tuhan lebih suka melihat “ke luar”, mencari-cari kelemahan atau kekurangan pihak lain. Mudah sekali untuk berkata, “Kalian tidak mau berbagi minyak dengan kami. Kalian tidak punya kasih. Katanya kalian pengikut Yesus, kok tidak menolong kami?” Di dalam kitab Ratapan, Nabi Yeremia berkata, “Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN.” (Rat 3:40).
Ada lima gadis yang bijak, ada juga lima gadis yang belum bijak. Mungkin ada orang-orang di sekeliling kita yang telah mengenal Yesus, namun sikap mereka jauh lebih buruk daripada lima gadis yang belum bijak tersebut. Mereka belum menyadari kekurangan diri sendiri dan lebih suka menyalahkan orang lain. Mereka enggan membereskan pelitanya. Itulah umat Tuhan yang memang tidak beres!