SAUH BAGI JIWA
“Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya dari Eben-Haezer ke Asdod. Orang Filistin mengambil tabut Allah itu, dibawanya masuk ke kuil Dagon dan diletakkannya di sisi Dagon.” (1 Samuel 5:1-2)
“Sesudah orang Filistin merampas tabut Allah, maka mereka membawanya dari Eben-Haezer ke Asdod. Orang Filistin mengambil tabut Allah itu, dibawanya masuk ke kuil Dagon dan diletakkannya di sisi Dagon.” (1 Samuel 5:1-2)
Ada lima raja kota orang Filistin, yakni di Gaza, Asdod, Askelon, Gat dan Ekron (Yos 13:3). Mereka menempatkan tabut rampasan itu di Asdod. Berikut ini beberapa catatan mengenai orang orang Asdod.
Pertama, orang-orang Asdod bangun pagi-pagi. “Ketika orang-orang Asdod bangun pagi-pagi pada keesokan harinya, tampaklah Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut TUHAN.” (1Sam 5:3a; lihat juga 1Sam 5:4a). Mereka bangun pagi-pagi dan pergi ke kuil Dagon sehingga mereka melihat bahwa Dagon itu jatuh. Mereka meyakini bahwa mengawali hari dengan menyembah ilahnya adalah hal yang baik.
Umat Allah bangun pagi-pagi, mengawali hari dengan berdoa kepada-Nya, baik di rumah maupun di tempat ibadah. Hubungan dengan Allah mesti dijaga. Salah satu caranya adalah mengawali hari dengan doa pagi. Misalnya, ibadah pagi yang paling awal adalah di Gereja Yesus Sejati cabang Solo, yaitu pukul 5 pagi. Di gereja-gereja lainnya ada yang mulai pukul 6 atau 7 pagi. Jemaat di kota kecil tentu diuntungkan karena jarak ke gereja relatif dekat.
Kedua, orang-orang Asdod mengambil patung Dagon dan mengembalikannya ke tempatnya (1 Sam 5:3b). Dalam catatan Alkitab, dikatakan bahwa orang Filistin mengambil tabut Allah itu, dibawanya masuk ke kuil Dagon dan diletakkannya di sisi Dagon (1Sam 5:2). Tidak jelas orang Filistin mana yang melakukan hal tersebut karena ada lima raja kota di tanah Filistin. Namun, hal yang sangat jelas adalah ketika Dagon jatuh, orang-orang Asdod mengembalikannya ke tempatnya, yaitu di sisi tabut Allah.
Orang-orang Asdod memang tidak menempatkan patung Dagon di atas tabut Allah, tetapi sejajar dengan tabut itu. Umat Tuhan yang sejati tentu menempatkan Allah di atas usaha dan pekerjaannya, anggota keluarga, di atas hobinya – di atas segala-galanya. Di sisi lain, ada juga segelintir umat Tuhan yang menempatkan Allah di bawah usahanya, di bawah hobinya, di bawah kepentingan pribadinya. Paling tinggi, Allah hanya ada di peringkat kedua dalam hidupnya.
Ketiga, ketika tangan TUHAN menekan orang-orang Asdod dengan berat, mereka memanggil berkumpul semua raja kota orang Filistin (1Sam.5:6,8). Orang-orang Asdod berunding untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Ini berbeda dengan orang-orang di kota Gat. Tangan TUHAN mendatangkan kegemparan yang sangat besar atas kota itu. Ia menghajar orang-orang kota itu, anak-anak dan orang dewasa, sehingga timbul borok-borok pada mereka. Lalu mereka mengantarkan tabut Allah itu ke Ekron (1Sam 5:9,10).
Orang-orang Asdod berunding, sedangkan orang-orang Gat mengambil keputusan sendiri. Hidup berumah tangga dan bersama-sama di dalam rumah Allah membutuhkan kebersamaan dan kesatuan pikiran. Tindakan seperti orang-orang Gat yang mengambil keputusan sendiri mesti dihindari. Karena itu, diperlukan diskusi, tukar pendapat, rapat dan kongres sebagai sarana untuk mengambil keputusan. Model diktator dan gaya otoriter tidak tepat diterapkan dalam kehidupan umat Tuhan.
Umat Allah seharusnya lebih baik dan bijak daripada orang-orang Asdod. Sayangnya, ada umat Tuhan yang ternyata bersikap lebih buruk dan lebih bodoh daripada para penyembah patung Dagon.