SAUH BAGI JIWA
“Setelah tujuh bulan lamanya tabut TUHAN itu ada di daerah orang Filistin, maka orang Filistin itu memanggil para imam dan para petenung, lalu berkata kepada mereka: “Apakah yang harus kami lakukan dengan tabut TUHAN itu?…”” (1 Samuel 6:1-2)
“Setelah tujuh bulan lamanya tabut TUHAN itu ada di daerah orang Filistin, maka orang Filistin itu memanggil para imam dan para petenung, lalu berkata kepada mereka: “Apakah yang harus kami lakukan dengan tabut TUHAN itu?…”” (1 Samuel 6:1-2)
Tujuh bulan setelah tabut Tuhan ada di tanah Filistin, banyak hal telah terjadi. Orang Filistin dihajar dengan borok-borok penyakit, bahkan ada juga yang mati. Ada tekanan hidup yang begitu besar karena orang-orang harus mengobati penyakit mereka atau memakamkan anggota keluarga yang meninggal karena penyakit (1Sam 5:12). Tikus-tikus telah merusak tanah mereka sehingga panen gagal dan perekonomian negeri itu pun memburuk. Kepercayaan mereka kepada Dagon mungkin telah berubah karena patung Dagon jatuh dua kali; kepala serta kedua belah tangannya terpenggal (1Sam 5:3-4).
Kebanggaan saat merampas tabut Allah berubah menjadi kesulitan, penderitaan dan masalah. Mereka merasa tidak mampu lagi memikul beban hidup itu. Waktu tujuh bulan terasa begitu lama dan mereka berusaha mencari jalan keluar.
Para imam Dagon dan petenung memberikan solusi yang bersyarat: “Oleh sebab itu ambillah dan siapkanlah sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu menyusui, yang belum pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu pada kereta, tetapi bawalah anak-anaknya kembali ke rumah, supaya jangan mengikutinya lagi. Perhatikanlah: apabila tabut itu mengambil jalan ke daerahnya, ke Bet-Semes, maka Dialah itu yang telah mendatangkan malapetaka yang hebat itu kepada kita. Dan jika tidak, maka kita mengetahui, bahwa bukanlah tangan-Nya yang telah menimpa kita; kebetulan saja hal itu terjadi kepada kita.” (1Sam 6:7,9).
Syarat mereka tidak mudah. Pertama, sukar memisahkan lembu betina dengan anaknya yang masih menyusui. Kedua, tidak mudah bagi lembu yang belum pernah dipasang kuk untuk menarik kereta. Ketiga, tabut itu harus mengambil jalan ke daerahnya, yaitu Bet-Semes. Dalam pandangan manusia, syarat-syarat di atas sangatlah sukar. Namun, bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1:37).
Lembu-lembu itu langsung mengikuti jalan yang ke Bet-Semes melalui satu jalan raya, sambil menguak dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Raja-raja kota orang Filistin berjalan di belakangnya sampai ke daerah Bet-Semes. Saat itu, orang-orang Bet-Semes sedang menuai gandum di lembah (1Sam 6:12-13a).
Ada hal yang terasa janggal di sini. Biasanya, raja-raja yang memimpin suatu perjalanan. Kini, sepasang lembu berjalan di depan, sementara para raja mengikuti dari belakang. Kemudian, ketika orang Filistin gagal panen, orang-orang Bet-Semes justru sedang menuai gandum. Raja-raja kota orang Filistin menyaksikan kedua peristiwa yang kontras ini.
Tabut langsung dibawa menuju ke Bet-Semes saat orang-orang di sana sedang menuai gandum. Melihat hal ajaib itu, orang Filistin tetap tidak tergerak hatinya untuk beribadah kepada Allah sejati. Mereka masih menyembah ilah yang lama. Pada saat Daud datang kemudian, orang-orang Filistin masih mengutuki Daud demi nama allahnya ketika berperang melawan orang Israel (1 Sam 17:43).
Hari ini kita menyembah kepada Tuhan Yesus, Allah yang sejati. Saat dalam kesesakan, Ia menolong kita dan hal itu telah terbukti. “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti” (Mzm 46:2). Teguhkanlah iman dan kokohkan keyakinan kepada Allah!