SAUH BAGI JIWA
“Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak”
(Ibrani 12:5-6)
“Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak”
(Ibrani 12:5-6)
Saya mempunyai sebuah kebiasaan buruk apabila dibonceng naik motor oleh suami: saya orang yang malas memakai helm. Terlebih kalau lokasi yang saya tuju cukup dekat dengan rumah tempat kami tinggal. Sampai suatu hari saya bertemu kembali dengan seorang bapak yang bekerja di bagian penagihan nota, yang telah satu bulan tidak kelihatan. Saat ia datang ke toko, saya bertanya mengapa sudah lama tidak datang?
Ternyata ia mengalami musibah, pada saat bekerja mengendarai motor di jalan raya kurang lebih satu bulan yang lalu, ia mengalami kecelakaan jalan raya, bertabrakan dengan dua orang gadis muda yang keluar dari depan gang kecil yang saat itu melaju dengan kecepatan tinggi. Motor mereka saling bertabrakan dan mereka semua sama-sama terjatuh dari motor. Kedua remaja waktu itu tidak menggunakan helm, dan keadaan mereka cukup memprihatinkan; yang satu kritis di rumah sakit dan yang satu lagi meninggal. Bapak ini selamat karena saat jatuh dari motor, kepalanya terlindungi oleh helm yang dia kenakan.
Bapak ini sempat berkata pada saya, bahwa setelah mengalami kejadian itu barulah dia memahami pentingnya menggunakan helm saat naik kendaraan bermotor bagi keselamatan dirinya. Dulu, dia menganggap memakai helm hanyalah perkara merepotkan demi tidak terkena tilang apabila polisi mengadakan razia. Kalau waktu itu ia tidak mengenakan helm, dia berkata bahwa mungkin ia tergeletak tak berdaya di rumah sakit, karena saat kecelakaan benturan yang dia alami cukup keras sehingga ia pun terlempar dari motornya.
Ceritanya itu mengingatkan saya untuk tidak meremehkan perkara kecil. Satu dosa yang kita anggap kecil dapat menjadi celah menjadi perkara yang besar. Seperti ketika Daud yang melihat istri Uria mandi dari sotoh istananya. Berawal dari perbuatan sepele melihat dengan hawa nafsu, akhirnya Daud jatuh ke dalam dosa dan dihukum oleh Allah. Seperti Petrus yang meremehkan perkataannya, sehingga ia menyangkal Yesus tiga kali.
Berapa banyak di antara kita saat ini yang menganggap remeh perkara hidup kita. Ah, tidak apa-apa saya berkata ini atau itu pada orang ini, ia baik dan tidak mudah tersinggung, pikir kita. Padahal mungkin apa yang kita sampaikan menimbulkan kekecewaan dan sakit hatinya. Atau saat anak kita menunjukkan prestasi di sekolah, mereka mengharapkan pujian orang tuanya, tetapi kita malah mengabaikannya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan kita. Karena satu perkara yang kita remehkan, mungkin bangkit kekecewaan di hati mereka dan kehilangan semangat dan minat untuk mengejar prestasi di sekolah.
Penulis kitab Ibrani juga mengingatkan kita agar kita jangan menganggap ringan didikan Tuhan dan jangan putus asa saat kita diperingatkan-Nya. Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Dalam perjalanan kehidupan yang kita lalui, mungkin Tuhan ‘menegur’ kita melalui orang lain yang memberi nasihat, masukan, atau bahkan kritik, agar kita memperbaiki sikap dan perkataan kita. Kiranya jangan kita menganggapnya sebuah perkara yang remeh. Sebaliknya, semua itu dapat menjadi sebuah pengingat agar kita semakin bijak dalam melangkah, semakin dewasa dalam bersikap dan memiliki kehidupan rohani yang dewasa di mata Allah dan memuliakan nama Bapa kita di surga.