SAUH BAGI JIWA
“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:1-4)
Bacaan: Kejadian 27:1-29
“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:1-4)
Bacaan: Kejadian 27:1-29
Di dalam kitab Kejadian ada sebuah keluarga yang penuh dengan intrik karena dikuasai hawa nafsu. Bahkan, ada anggota keluarga menipu saudaranya sendiri. Keluarga ini adalah Ishak, Ribka dan kedua anak mereka, Esau dan Yakub. Jika hal ini terjadi dalam kehidupan keluarga kita, mungkin kita akan merasa sedih dan kecewa. Bagaimana mungkin keluarga demikian dapat disebut berbahagia? Bagaimana kehendak dan pekerjaan Allah dapat digenapi dalam keluarga tersebut? Namun, di dalam kelemahan, kita justru bisa melihat kesetiaan, kasih, kehendak dan kuasa Allah yang besar. Untuk membangun keluarga yang harmonis, kita harus senantiasa berjaga-jaga agar terhindar dari dosa. Untuk itu, kita perlu belajar mengenali kelemahan kita dan memohon pertolongan Allah untuk mengatasinya.
Permasalahan yang dihadapi keluarga Ishak dapat dilihat dari empat sudut pandang. Sebagai ayah, Ishak menyukai makanan hasil buruan anak sulungnya, Esau. Keinginannya ini membuat Ishak menjadi pilih kasih sehingga mengaburkan mata hatinya. Ishak berkata bahwa dirinya sudah tua dan akan segera mati, meskipun sebenarnya dia masih hidup cukup lama. Ishak melupakan janji Allah. Ia ingin segera memberkati Esau dan hal ini menunjukkan bagaimana Ishak tidak taat pada ketetapan Allah. Inilah kesalahan Ishak. Jika seseorang hanya ingin memuaskan keinginan jasmaninya, ia akan dikuasai oleh keinginan daging sehingga imannya bisa jatuh.
Ribka sebagai seorang ibu juga melakukan kesalahan yang sama, yaitu lebih mengasihi Yakub. Padahal, Ribka mengetahui dengan jelas apa kehendak Allah. Ketika ia melihat keinginan suaminya bertentangan dengan kehendak Allah, Ribka seharusnya mengingatkan Ishak agar tetap taat. Sebaliknya, Ribka berinisiatif memakai cara manusia, yaitu berbohong untuk menggenapi janji Allah. Hal ini dilakukannya agar Yakub, anak kesayangannya, bisa mendapatkan berkat. Ribka tidak menunggu penggenapan janji Allah dan tidak bersandar kepada Allah. Akibatnya, Ribka juga mengalami penderitaan karena kesalahannya itu.
Bagaimana dengan Esau? Esau melupakan sumpahnya dan menjual hak kesulungannya. Esau ingin memperoleh berkat dari ayahnya, tetapi ia berlaku sembrono sehingga kehilangan berkat itu. Kita seringkali berlaku seperti Esau yang mengabaikan pentingnya mengejar kemajuan rohani dan pengharapan kita, yaitu kerajaaan surga. Jika hal ini terus berlangsung, hal Ini akan sangat berbahaya bagi iman kita.
Terakhir, dari sisi Yakub. Saat ibunya memberitahukan perkara tersebut dan ingin agar Yakub membohongi ayahnya, pada awalnya Yakub tidak berani melakukannya. Namun, dengan dukungan ibunya, ia pun bersekongkol dan melakukan perbuatan itu. Yakub bahkan menyuruh ibunya untuk ikut berpura-pura. Saat manusia mulai mengabaikan rasa takutnya untuk berbuat dosa maka ia akan menjadi berani melakukannya. Yakub tiga kali berbohong di hadapan ayahnya. Sekali pun pada akhirnya ia menerima janji Allah dan mendapatkan berkat dari ayahnya, namun kelak ia harus membayar harga yang sangat mahal karena kesalahannya itu. Hal ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita agar sungguh-sungguh bertobat dan mengakui dosa kita di hadapan Allah sebelum layak memperoleh penggenapan janji Allah.