SAUH BAGI JIWA
“Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan tetapi berdasarkan panggilan-Nya.” (Roma 9:11)
Bacaan: Kejadian 25:1-34
“Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan tetapi berdasarkan panggilan-Nya.” (Roma 9:11)
Bacaan: Kejadian 25:1-34
Abraham hidup selama 175 tahun. Kejadian 25:11 mencatat bahwa setelah Abraham mati, Allah memberkati Ishak, anaknya itu. Allah setia memegang janji-Nya. Karena Abraham percaya kepada janji Allah, kita menerima berkat ini dari generasi ke generasi.
Awalnya, Ribka mandul. Namun, Ishak suaminya memohon kepada Tuhan untuk istrinya itu. Kita dapat melihat iman dan pengenalan Ishak terhadap Allah. Seperti bapanya, Ishak percaya pada janji dan kekuatan Allah. Kehidupan adalah pemberian Allah. Anak adalah milik pusaka pemberian Allah.
Allah mendengarkan doa Ishak sehingga Ribka mengandung dan melahirkan anak kembar. Sebelumnya, anak-anak di dalam rahimnya saling bertolak-tolakan sehingga membuatnya kesakitan. Kemudian, ia pergi bertanya kepada Allah dan Allah menjelaskan kehendaknya. Rasul Paulus juga pernah menanyakan maksud Allah atas apa yang dialaminya. Dari hal itu, ia belajar tentang kedaulatan pilihan Tuhan atas hidupnya (Rm 9:11-16). Kita pun harus belajar rendah hati dan taat pada kedaulatan Allah atas hidup kita.
Kemudian, lahirlah kedua anak mereka. Anak sulungnya dinamai Esau. Dia adalah seorang yang pandai berburu dan suka tinggal di padang. Sedangkan adiknya dinamai Yakub, seorang yang tenang dan suka tinggal di kemah. Kepribadian kedua orang ini sangat berbeda dan masing-masing orangtua memiliki anak yang lebih dikasihinya (Kej 25:28). Hal ini kelak menimbulkan pertengkaran. Orangtua tidak boleh pilih kasih agar anak-anak bisa memiliki kepribadian yang sehat dan tercipta keharmonisan dalam keluarga.
KIta tentu mengetahui tentang peristiwa Esau yang menjual hak kesulungannya kepada Yakub untuk semangkuk sup kacang merah ketika ia pulang dari berburu. Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari tindakan Esau yang menjual hak kesulungannya ini.
Pertama, Esau kehilangan pengendalian diri. Dia berburu sampai kelelahan. Akibatnya, ia tidak bisa berpikir jernih dan melakukan kesalahan yang fatal. Di dalam kehidupan masyarakat saat ini yang penuh persaingan, kita seharusnya tidak terlalu dilelahkan dengan pekerjaan atau hobi pribadi yang bisa mengacaukan pikiran kita.
Kedua, Esau lebih mementingkan kebutuhan jasmani daripada hak kesulungan (Kej 25:32). Esau segera menghabiskan semangkuk sup kacang merah. Setelah selesai, ia bangun lalu pergi. Esau tidak menyesal. Ia menganggap enteng hak kesulungannya. Alkitab menjadikan Esau sebagai contoh orang yang berbuat cabul dan memiliki nafsu yang rendah (Ibr 12:16).
Yakub, meskipun berlaku curang dengan merebut hak kesulungan Esau. ia memiliki konsep yang benar tentang pentingnya berkat rohani yang terkandung di dalam hak kesulungan. Ini mengajarkan kepada kita mengenai pentingnya memelihara iman dan pengharapan sebagai milik pusaka kita yang sejati.