SAUH BAGI JIWA
“Sahutnya kepada mereka: ‘Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu”—Yunus 1:12
“Sahutnya kepada mereka: ‘Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu”—Yunus 1:12
Yunus mangkir dari perintah Tuhan yang menyuruhnya pergi ke Niniwe. Dia naik kapal dan malah pergi menjauh. Di dalam kapal menuju ke Tarsis, maka turun badai menghantam kapal yang ia tumpangi, sehingga kapal itu hampir hancur (Yun 1:3). Orang-orang di dalam kapal pun panik, ketakutan, membuang muatan kapal, dan berseru-seru kepada allah mereka masing-masing, memohon agar badai itu segera reda dan kapal tidak tenggelam. Tetapi itu semua tidak meredakan badai yang semakin menjadi-jadi.
Kata “badai” seringkali menjadi kiasan permasalahan, penderitaan dan kesusahan manusia. Tentu kita pernah mendengar kata-kata motivasi yang mengatakan: “Badai pasti berlalu.” Di masa awal pandemi Covid-19, begitu banyak khotbah atau kata-kata motivasi yang menyampaikan perkataan ini. Namun, pandemi masih belum usai. Badai belum berlalu. Tidak ada yang salah jika kita mengharapkan badai di dalam kehidupan kita segera berakhir. Tetapi sesungguhnya ada yang jauh lebih utama ketimbang redanya badai tersebut.
Badai besar itu berhenti ketika Yunus mau mengakui kesalahannya dan menerima upah pelanggarannya (Yun 1:11-15). Yunus mengerti peringatan Tuhan atas dirinya. Badai besar itu terjadi karena ia mangkir dari tugas yang diberikan Allah. Tidak salah jika kita berharap agar setiap permasalahan yang kita hadapi dapat segera berlalu. Tetapi hal yang lebih utama adalah memahami maksud Tuhan di balik semua yang terjadi.
Seorang ayah yang baik tentu tidak akan membiarkan anaknya melakukan kesalahan dan tidak menghajar mereka. Demikian juga Bapa kita yang di surga. Ia tentu akan menghajar kita atas setiap kesalahan dan pelanggaran kita (Ibr. 12:5-7). Tuhan bisa mendidik dan mengingatkan kita melalui kondisi berkekurangan, masalah kesehatan, ekonomi, perkara rumah tangga dan sebagainya. Melalui masalah-masalah yang terjadi ini, kita bisa memahami maksud Tuhan. Badai kehidupan akan berlalu ketika kita memahami maksud Tuhan, mengakui kesalahan dan meminta pengampunan atas dosa dan kesalahan kita.
Apa yang dialami Yunus juga bisa terjadi dalam kehidupan kita. Badai kehidupan bisa terjadi karena ulah dan perbuatan kita yang tidak sesuai di mata Tuhan. Kiranya kita dapat senantiasa menyelidiki diri ketika badai menerjang kapal kehidupan kita.