SAUH BAGI JIWA
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”—Matius 5:44
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”—Matius 5:44
Siapakah yang tidak sedih sekaligus marah saat anggota keluarga kita dianiaya? Rasa sedih, marah, bahkan benci pun bangkit terhadap penganiaya tersebut. Mendengar namanya saja tidak sudi. Ingin rasanya menuntut pembalasan: Mata ganti mata, gigi ganti gigi, nyawa ganti nyawa!
Sebagai orang percaya, Tuhan menghendaki agar kita memiliki kasih. Walaupun mempunyai banyak talenta, jika tidak memiliki kasih, kita sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing (1Kor 13:1). Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Mengasihi sesama juga termasuk mengasihi musuh kita. Sulit, namun perintah ini harus dilakukan.
Stefanus dihadapkan pada tuduhan palsu dari para ahli Taurat dan dilempari batu sampai mati. Saat mereka melemparinya, ia berseru dengan suara nyaring agar Tuhan jangan menanggungkan dosa ini kepada mereka (Kis 7:60). Tuhan Yesus juga disalahkan dengan tuduhan-tuduhan palsu. Mereka menangkap dan mencambuk-Nya, memberikan mahkota duri, bahkan menyalibkan Dia seperti seorang penjahat. Tetapi Yesus berdoa kepada Bapa untuk mengampuni mereka (Luk 23:34).
Tuhan memerintahkan agar kita mengasihi musuh kita dan mendoakan mereka. Firman Tuhan mengatakan bahwa jika kita tidak mengampuni kesalahan orang lain maka Bapa di surga juga tidak akan mengampuni kesalahan kita. Jika kita ingin kesalahan kita diampuni, kita pun harus mengampuni kesalahan orang lain. Kita harus memohon pertolongan Tuhan agar memperoleh kekuatan untuk bisa mengampuni dan mengasihi musuh kita.
Bahkan, mengampuni tidaklah cukup. Kita juga harus mendoakan mereka yang memusuhi kita. Tuhan Yesus telah memberikan teladan. Saat dicaci maki, dianiaya dan disalibkan, Ia tidak membalas perbuatan mereka. Sebaliknya, Tuhan Yesus mendoakan dan memohon pengampunan kepada Bapa untuk mereka.
Mengasihi musuh berarti kita juga harus melupakan kesalahan mereka. Tidak boleh ada niat untuk membalas. Walaupun Saul selalu ingin membunuh Daud, tetapi Daud tidak pernah menyakiti Saul. Kita dapat belajar dari teladan Daud agar tidak membalas orang yang berbuat jahat terhadap kita. Apa pun yang diperbuat orang lain terhadap kita, serahkanlah kepada Tuhan dan Ia yang akan bertindak bagi kita.
Marilah kita belajar untuk menjadi anak-anak yang taat kepada Allah dengan mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang telah menyakiti kita. Memang sulit, tetapi kita harus melakukannya. Firman Tuhan mengatakan, “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rm 12:21).