SAUH BAGI JIWA
Kadangkala kita mendengar berita tentang banjir bandang dengan arusnya yang deras menerjang rumah-rumah warga, bahkan dapat mendorong mobil ataupun kapal berukuran kecil sampai beberapa puluh meter jauhnya! Dengan kondisi yang demikian, tentunya kita akan berasumsi bahwa hewan kecil seperti semut pasti tidak akan dapat bertahan. Namun, tahukah Anda bahwa semut ternyata dapat beradaptasi di tengah-tengah kondisi yang membahayakan?
Tubuh semut yang kecil itu ternyata terlalu ringan untuk memecahkan tegangan permukaan air. Bentuk tubuh semut memiliki rancangan sedemikian rupa sehingga berat tubuhnya dapat terdistribusikan ke area yang lebih luas. Itulah sebabnya, dalam kondisi banjir sekalipun, semut dapat bertahan di permukaan air–bahkan ia dapat berjalan di atasnya melintasi arus!
Pada hari ini, seperti halnya arus deras banjir, arus budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat juga dapat menggerus iman kepercayaan kita. Umumnya, seorang pendatang yang sudah lama tinggal di suatu daerah, bukan hanya ia dapat fasih berbicara bahasa lokal melainkan ia juga terbiasa dengan makanan, gaya hidup maupun nilai-nilai dari masyarakat tersebut. Begitu pula halnya dengan nilai-nilai yang dianggap negatif. Budaya tidak mempedulikan sesama, pendendam, main hakim sendiri, tidak bermoral, perlahan-lahan tanpa disadari, akan mengubah individu-individu yang tinggal dalam masyarakat tersebut sehingga mereka menganut nilai-nilai negatif yang demikian. Sebagai pengikut Tuhan, bagaimana caranya agar kita dapat melawan arus budaya yang begitu deras?
Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus mengingatkan jemaat agar kiranya mereka hidup oleh Roh, sehingga mereka tidak menuruti keinginan daging (Gal 5:16). Kata “hiduplah” dalam bahasa Yunani secara harfiah dapat diterjemahkan menjadi “berjalanlah,” “lakukanlah kemajuan” atau “aturlah perilaku,” yang merupakan suatu kalimat perintah dengan nuansa terus-menerus, tidak berhenti dan tetap berlanjut. Dengan kata lain, frasa “hiduplah oleh Roh” menunjukkan perjuangan iman kerohanian yang perlu dilakukan setiap orang yang percaya.
Seperti halnya semut yang dapat berjalan melintasi arus deras sekalipun, di dalam menghadapi arus dunia, kita perlu secara aktif berjuang dan bukan hanya mempertahankan tetapi juga melakukan pertumbuhan rohani agar iman kita mengalami kemajuan sehingga dapat melawan arus.
Sebaliknya, saat kita lengah dan menganggap diri kita kuat; berhati-hatilah sebab beban seberat mobil pun dapat diterjang dan terbawa oleh arus banjir yang begitu deras! Artinya, saat kita tidak melawan arus, maka secara otomatis kita akan terbawa oleh arus.
Itulah yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus dalam kalimat “menuruti keinginan daging.” Kata “keinginan” dalam konteks ini memiliki makna: “perasaan atau nafsu yang begitu kuat terhadap sesuatu atau seseorang.” Keinginan yang begitu kuat tersebut bagaikan arus deras, sehingga jika kita tidak melakukan sesuatu atau bahkan berdiam diri, maka kita akan “menurutinya” – yang dalam bahasa asli dapat diterjemahkan menjadi “menggenapi atau memenuhi seperti yang diperintahkan oleh nafsu tersebut.” Seakan-akan “keinginan” itulah yang menjadi subjek, berkuasa untuk memerintah kita untuk melakukan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Dengan demikian, nasihat “hiduplah oleh Roh” dalam kalimat perintah sesungguhnya mendorong kita untuk secara aktif mengevaluasi sikap perilaku kita dan berkomitmen untuk taat pada pengajaran Firman Tuhan dengan bersandar pada kuasa bimbingan Roh Kudus. Di saat kita memiliki kerinduan untuk menumbuhkan rohani kita dan merealisasikan kerinduan tersebut dalam perbuatan nyata melalui ketaatan dan kerendahan hati untuk menjalankan ketetapan Tuhan; maka Roh Kudus memampukan kita untuk tidak menuruti keinginan daging sehingga kita dapat dengan tegas menolak bujukannya untuk memenuhi nafsunya. Inilah perjuangan iman yang harus kita lakukan hari demi hari untuk menjalani hidup melawan arus. Kiranya kasih karunia Tuhan senantiasa beserta.