SAUH BAGI JIWA
“Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!“
“Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!“
Imam Eli dan Samuel adalah dua pemimpin yang dipakai Tuhan dalam waktu yang berbeda. Imam Eli berperan sebagai pembina bagi Samuel muda. Walaupun sebagai pembina, tapi keduanya memiliki sikap yang berbeda. Samuel mampu menjaga kemurnian iman dan ketaatannya pada ketetapan Tuhan, sedangkan Imam Eli dihukum karena ketidaktegasannya terhadap dosa anak-anaknya dan menyebabkan tabut Tuhan dirampas. Dari kedua sosok pemimpin ini, kita dapat mengambil beberapa pengajaran.
Pertama adalah perihal pendengaran. Samuel belum pernah menerima Firman secara langsung, tapi dia mau mendengar panggilan Tuhan. Berbeda halnya dengan Imam Eli, dia mempunyai pengalaman rohani, tapi tidak mau mendengar dan belajar untuk menjadi lebih baik (1Sam 3:13). Seringkali seorang pemimpin susah untuk mendengar, karena mereka memposisikan diri lebih tinggi dan merasa lebih tahu dari orang lain, sehingga jarang mau menerima masukan. Dalam gereja pun ada kalanya beberapa pemimpin menolak untuk ikut penataran, baik pekerja kudus ataupun guru agama. Mereka berpikir bahwa lebih penting melayani daripada mendengarkan pengajaran firman Tuhan. Mereka merasa bahwa firman-firman yang akan disampaikan, mereka sudah memahaminya. Namun
Selain itu, Samuel menyampaikan seluruh firman Allah, sedangkan Imam Eli tidak demikian–Alkitab mencatatkan bahwa Imam Eli tidak memarahi anak-anaknya yang telah menghujat Allah (1Sam 3:12-13, 17-18). Firman Tuhan harus disampaikan tanpa ada penambahan dan pengurangan. Untuk itu, kita perlu menyelidiki dan melakukan firman Tuhan, sehingga kita dapat memberitahukan firman Tuhan secara utuh kepada orang lain. Apa pun pelayanan yang kita ambil, baik sebagai pengkhotbah, guru agama ataupun kepala keluarga, firman Tuhan harus disampaikan secara utuh.
Pada zaman sekarang ini, banyak sekali pengajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan, yang dapat memengaruhi kita; apalagi jika kita kurang mengerti firman Tuhan. Ibaratnya seperti sebuah pohon–jika akarnya tidak kuat, maka pohon akan mudah roboh tertiup angin. Demikian pula halnya, pada hari ini kita belajar firman Tuhan bukan hanya agar kita dapat menyampaikannya secara utuh melainkan juga untuk menyempurnakan kerohanian kita sehingga kita dapat berpegang teguh pada kebenaran Tuhan.
Terakhir adalah tentang datangnya firman Tuhan. Pada zaman Imam Eli, pemberitaan firman Tuhan jarang dilakukan (1Sam 3:1). Sedangkan pada zaman Samuel, pemberitaan firman Tuhan tidak pernah gagal dan juga perkataannya terdengar ke seluruh umat Israel (1Sam 3:19-4:1). Dari perbedaan ini, terlihat bahwa Tuhan menyertai bangsa Israel pada zaman Samuel. Kita perlu mengetahui bahwa Tuhan akan berfirman kepada pemimpin yang terus-menerus menyempurnakan kerohaniannya dan menjaga kekudusannya, seperti yang dilakukan Samuel. Arti “pemimpin” disini sesungguhnya bukan dikhususkan untuk para pengurus gereja, pendeta ataupun diaken; melainkan bagaimana kita–sebagai umat Tuhan–dapat menjadi teladan bagi sesama saudara-saudari seiman, bahkan bagi para pengurus dan pengerja gereja sekalipun!
Tuhan ingin kita menjadi pemimpin yang baik dan menjadi saluran berkat untuk membagikan kabar sukacita yang telah kita dapatkan dari Tuhan ini kepada banyak orang. Jika kita menyempurnakan kerohanian kita dan menjalankan amanat agung Tuhan, maka Tuhan akan beserta dalam kehidupan kita dan memimpin kita menuju keselamatan.