SAUH BAGI JIWA
“ Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umat-Ku Israel?“
“ Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umat-Ku Israel?“
Imam Eli adalah seorang pemimpin Israel yang hidupnya diperhatikan banyak orang. Walaupun dia dipandang, tetapi dalam dirinya terdapat kelemahan-kelemahan yang tidak kunjung diperbaiki. Apa saja kelemahan-kelemahannya yang dapat menjadi peringatan bagi kita?
Pertama, Imam Eli memandang dengan tamak korban sembelihan dan sajian. Dia menikmati apa yang dilakukan oleh anak-anaknya (1Sam 2:13-16). Ketamakan sering kali bermula dari mata. Padahal, sesungguhnya mata adalah pelita bagi tubuh. Jika mata baik, maka teranglah seluruh tubuh. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga mata. Jangan biarkan keinginan mata yang berasal dari dunia menjatuhkan kita ke dalam ketamakan yang membuat kita berdosa.
Selanjutnya, Imam Eli lebih menghormati anak-anaknya daripada menghormati Tuhan. Buktinya adalah Imam Eli tidak mendidik anak-anaknya dengan baik terutama ketika anak-anaknya berbuat dosa. Meskipun kita harus mengasihi keluarga kita, tapi Tuhan tetap harus menjadi prioritas dalam kehidupan kita (Mat 10:37). Misalkan saja, ketika anak merasa malas untuk beribadah dan ingin beristirahat di rumah karena hari itu adalah hari Sabat, apakah hati kita merasa iba dan menuruti kemauannya, tahu bahwa lima hari penuh anak lelah bersekolah? Ataukah dengan didikan Tuhan, kita tetap mendisiplinkan anak untuk belajar taat pada ketetapan hukum Tuhan dan tetap datang berkebaktian?
Selain itu, Imam Eli juga menggemukkan dirinya yang artinya adalah dia memperkaya dan mementingkan diri sendiri tanpa peduli dengan bangsa Israel. Pada akhir hidupnya, Imam Eli pun jatuh dari kursi karena badannya yang gemuk dan dia meninggal (1Sam 4:18). Tentunya memperkaya dan mementingkan diri sendiri bukan sekadar merujuk pada hal lahiriah. Secara rohani, pengajaran tersebut pun juga berlaku bagi kita pada hari ini. Dalam kehidupan bergereja, janganlah kita memanfaatkan jabatan tugas pelayanan kita untuk kepentingan pribadi tanpa mempedulikan kepentingan jemaat secara umum.
Terakhir, dalam
Kiranya renungan ini bisa menjadi peringatan bagi kita semua pada hari ini. Kasih karunia Tuhan menyertai agar mata rohani kita tetap terjaga sehingga pandangan kita dapat tetap tertuju pada jalan Tuhan.