SAUH BAGI JIWA
“Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah“
“Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah“
Jika kita mendapatkan pujian pada hari ini, “Wah, kamu hebat ya!” atau “Waduh, kamu sukses sekali!” Tanggapan apa yang akan kita berikan kepada orang yang memberikan pujian tersebut? Apakah kita menjadi bangga atas diri sendiri dan menyombongkan diri kita? Sesungguhnya, kita harus memuliakan Tuhan, bukan diri kita sendiri. Bukan puji saya, melainkan puji Tuhan!
Ketika Yusuf diminta untuk menafsirkan mimpi Firaun, Firaun berkata kepadanya, “hanya dengan mendengar mimpi saja engkau dapat mengartikannya.” Lalu, apa jawab Yusuf? “Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada tuanku Firaun” (Kej 41:16). Yusuf tidak mengakui dirinya sebagai orang yang dapat mengartikan mimpi, tapi dia berkata bahwa Allahlah yang memberitakan arti mimpi Firaun.
Kemuliaan hanya untuk Tuhan. Tuhan Yesus pernah menunggangi keledai. Apakah keledai itu atau Tuhan Yesus yang dipuji? Tuhan Yesuslah yang dipuji, bukan keledainya. Hari ini pun demikian, kita giat bekerja untuk Tuhan, kemuliaan bukan untuk kita, tapi untuk Tuhan. Kita sama seperti keledai yang dipakai Tuhan. Tuhan kitalah yang patut dipuji, bukan kita. Jangan sampai kita merebut kemuliaan Allah.
Jika kita mendapatkan berkat Tuhan dan bersaksi kepada orang lain tentang pekerjaan Allah dalam hidup kita, itu berarti kita memuliakan Allah. Ketika kita menguduskan hari Sabat, itu juga berarti kita memuliakan Allah. Kita menyanyikan pujian serta memberikan persembahan, kita memuliakan Allah. Kita berbuat baik kepada sesama kita, nama Tuhan pun dimuliakan. Kita perlu memikirkan mengenai apa yang kita perbuat dan pikirkan, apakah itu memuliakan Tuhan atau tidak? Kalau tidak memuliakan Tuhan, janganlah kita lakukan.
Penulis Kitab Samuel pernah mencatatkan tentang Raja Saul yang menyimpan kambing domba dan lembu-lembu terbaik dan tambun milik Amalek untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Ia mengira bahwa ia telah melaksanakan Firman Tuhan, memuliakan nama-Nya. Namun pada kenyataannya, perbuatannya justru telah melanggar perintah-Nya. Oleh karena itu, Samuel menegur dengan keras bahwa ketaatan akan Firman Tuhan lebih baik daripada korban persembahan. Dengan kata lain, kita memuliakan Tuhan saat kita dengan kesungguhan hati taat pada ketetapan-Nya.
Pada hari ini, mungkin kita merasa bahwa apa yang kita lakukan sudah memuliakan Tuhan. Misalnya, saat penjualan atau pesanan dalam bisnis sedang meningkat, kita mencoba untuk menaruh seluruh perhatian kita pada proses transaksi tersebut dibandingkan menghadiri ibadah–dengan pemikiran bahwa Tuhan pasti akan berkenan dan dimuliakan dengan jumlah uang persembahan yang akan kita berikan dari hasil keuntungan tersebut. Berhati-hatilah, sebab pemikiran demikian sesungguhnya serupa dengan apa yang diperbuat oleh Raja Saul. Jangan sampai kita menggunakan “kemuliaan bagi Tuhan” sebagai alasan untuk menutupi kepentingan pribadi kita. Kiranya Tuhan membimbing kita di dalam setiap langkah kehidupan yang akan kita tempuh. Haleluya!