SAUH BAGI JIWA
Memusatkan pikiran kita kepada Tuhan Yesus akan menolong kita untuk meningkatkan kualitas iman dan kasih kita kepada Allah. Sebagaimana Yesus adalah penghibur, kita juga harus belajar untuk dapat memperhatikan orang lain dalam masyarakat yang egois sekarang ini. Yesus telah memberikan hidup-Nya untuk kita, oleh karena itu, hendaklah kita belajar untuk terlebih lagi mengasihi-Nya.
Berpikir tentang Yesus Kristus mungkin juga dapat menolong kita untuk menguji iman kita: apakah kita sungguh-sungguh percaya bahwa Ia adalah Juruselamat kita, pemberi kehidupan kekal?
Selama Yesus mengajar, ribuan orang mengikuti Dia hanya untuk mendapatkan berkat jasmani. Beberapa orang malah menganggap Dia sebagai aktivis politik yang dapat membebaskan bangsa Israel dari penindasan bangsa Romawi. Mereka gagal menangkap hal paling penting dalam pengajaran Yesus. Ia tidak datang untuk memberikan kepuasan materi atau kebebasan politik, tetapi Ia membawa hadiah yang sangat berharga bagi manusia, yaitu keselamatan. Saat ini, apakah kita sudah sungguh-sungguh memahami pentingnya pesan-pesan kebenaran Allah? Atau apakah kita mengikut Yesus hanya untuk mendapatkan roti dan ikan, semata-mata hanya untuk berkat-berkat jasmani?
Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Rasul Paulus mengingatkan agar jemaat untuk tidak semata-mata memikirkan perkara di bumi–termasuk pemikiran bahwa keimanan kita pada Tuhan Yesus hanyalah sebagai wadah bagi kita untuk dapat memuaskan kebutuhan secara jasmani. Pemikiran yang demikian–tanpa sadar–justru akan semakin menjerumuskan kita pada penyimpangan rohani.
Kadang-kadang, bertahan dalam iman kepercayaan mungkin akan mengakibatkan penderitaan seperti penolakan, penghinaan, bahkan penganiayaan. Dalam situasi seperti ini, Rasul Paulus mendorong kita untuk tetap berdiri teguh. Ia berkata: “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami” (2Kor 4:17). Dengan kata lain, memikirkan perkara di atas bukan berarti kita akan terbebas dari segala kesulitan hidup, melainkan–bersama dengan Tuhan–kita dapat memahami kehendak Allah yang lebih mendalam bagi kita di saat kita menjalani hidup yang demikian.
Abraham adalah salah seorang yang telah mengambil keputusan bijak dalam hidupnya. Ia mempunyai kesempatan untuk menikmati semua kemewahan yang ditawarkan oleh Kota Sodom, tetapi ia memilih untuk tinggal di padang belantara. Ia mengerti akan makna dari kehidupan yang singkat ini dan mengetahui bahwa ia adalah seorang pengembara yang akan mempunyai rumah di Surga.
Kita harus meneladani sikap Abraham dan menyadari mana tempat kekal kita yang sesungguhnya. Dengan demikian, kita pun akan memahami makna dari kehidupan di dunia ini yang hanya sementara. Selama kita masih memiliki waktu, kita harus belajar untuk mengasihi Allah dan mengabdikan hidup kita untuk melakukan pekerjaan-Nya. Dengan cara ini, secara bijak kita telah mengumpulkan tabungan dalam kerajaan kekal. Kita yang mengaku sebagai anak-anak Allah, hendaklah mempunyai pikiran yang benar dan sesuai dengan ajaran-Nya.