SAUH BAGI JIWA
“Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku“
(Amsal 30:8-9)
“Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku“
(Amsal 30:8-9)
Menjadi orang yang sangat kaya raya mungkin adalah impian dari banyak orang. Jika kita mempunyai harta yang berlimpah, ada banyak hal yang bisa kita lakukan tanpa perlu khawatir akan uang. Ingin memiliki rumah? Tinggal pilih lokasi dan langsung beli tanpa timbang-timbang lagi harganya. Ingin memiliki mobil? Tinggal ke showroom lalu memilih model dan warna lalu bayar tanpa tengok-tengok lagi jumlah nolnya. Ingin jalan-jalan keluar negeri? Tinggal pilih tujuan dan berangkat saja. Ingin berburu kuliner pun menjadi perkara sepele: sarapan pagi di Singapura, makan siang di Bangkok dan makan malam di Macao. Hal tersebut mudah saja dilakukan jika kita memiliki segala-galanya.
Oh, sungguh indahnya jadi orang kaya. Tapi benarkah demikian? Jangan senang dulu, ternyata kekayaan bukan jaminan kebahagiaan. Banyak juga orang kaya yang tidak berbahagia; mereka banyak mengalami tekanan, hidup dalam kekuatiran dan ketakutan, bahkan tidak sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Selain itu, tidak sedikit juga yang imannya berubah karena kekayaan. Jadi apakah sekarang kita masih berpikir bahwa kalau kita kaya raya, kita pasti bahagia?
Di dalam Alkitab, ada seorang tokoh yang memohon kepada Tuhan supaya ia tidak miskin tapi juga tidak kaya. Kalau permohonan “jangan miskin” itu pasti semua sepakat, tetapi kalau permohonan “jangan kaya” ini sesuatu yang tak lazim. Tapi alasan Agur bin Yake menulis permohonan ini ternyata cukup mendasar. Tersirat dalam permohonannya bahwa dalam kaya atau miskin, bisa muncul kecurangan dan kebohongan. Dalam kemiskinan, kita bisa jadi pencuri, sedangkan dalam kekayaan kita bisa lupa akan Tuhan. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?
Mari kita baca permohonan Agur yang satu ini, “Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku.” Daripada meminta kekayaan, lebih baik kita meminta suatu kecukupan. Jika kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki, kita dapat terhindar dari sikap bersungut-sungut atau mencemarkan nama Tuhan. Kita juga mau belajar untuk mengakui bahwa semua yang kita miliki adalah dari Tuhan, sehingga kita tidak menyombongkan diri. Permohonan Agur bin Yake ini sangat menarik dan mempunyai makna yang dalam. Pada hari ini, marilah kita mau merenungkan perkataan tokoh ini.
Selamat beraktivitas dan Tuhan Yesus memberkati.