SAUH BAGI JIWA
“Ia menunggu tujuh hari lagi…Selanjutnya ditunggunya pula tujuh hari lagi…“
(Kejadian 8 :10-12)
“Ia menunggu tujuh hari lagi…Selanjutnya ditunggunya pula tujuh hari lagi…“
(Kejadian 8 :10-12)
Perbuatan menunggu adalah hal yang umum kita lakukan hampir di setiap sisi kehidupan. Baik menunggu nomor antrian atau pun menunggu giliran masuk. Namun, menunggu sesuatu hal tanpa ada kepastian seringkali membuat seseorang menjadi kehilangan kesabaran.
Nuh adalah seseorang yang dalam kehidupannya penuh dengan perbuatan menunggu dan menunggu. Tahukah Anda berapa lama Nuh harus menunggu di dalam bahtera? Penulis kitab Kejadian mencatatkan bahwa setelah Nuh masuk ke dalam bahtera, dia harus menunggu selama tujuh hari sebelum apa yang difirmankan Allah tentang air bah itu datang. Kemudian, dia harus menunggu, selagi hujan turun dengan lebatnya selama 40 hari 40 malam. Lalu, dia menunggu lagi 150 hari selama air bah berkuasa atas bumi (Kej 7:10, 12, 24). Setelah bahtera kandas pun, Nuh masih harus menunggu selama tiga bulan. Alkitab mencatatkan bahwa secara keseluruhan, Nuh telah menunggu dalam bahtera selama satu tahun lebih beberapa hari (Kej 7:11, 8:13-14).
Namun, dari keseluruhan jumlah waktu Nuh menunggu, firman Tuhan tidak mencatat satu kali pun ia bersungut-sungut ataupun menjadi gusar karena tidak sabar menunggu.
Jika kita berada di posisi Nuh, apakah kita masih bisa bersabar, tidak satu kali pun menggerutu? Kadangkala di saat sudah menunggu dalam waktu yang cukup lama, secara spontan kita akan bereaksi untuk melakukan hal-hal sesuai dengan apa yang kita anggap baik untuk diri kita sendiri. Dibandingkan dengan menunggu, manusia pada umumnya cenderung memilih hal yang instan yang jauh lebih cepat.
Pepatah bijak mengatakan, “Hidup itu bukan tentang menunggu badai hujan berlalu, tetapi tentang bagaimana kita dapat belajar menari dalam hujan.” Dengan kata lain, di saat kita sedang “menunggu” –baik itu menunggu jalan keluar atas berbagai permasalahan hidup ataupun menunggu apakah usaha yang telah kita lakukan membuahkan hasil atau tidak– kita mempunyai dua pilihan: menunggu dengan gusar dan rasa tidak sabar sambil bersungut-sungut pada Tuhan; atau menunggu dengan bersandar pada bimbingan Tuhan serta dengan sikap taat mau belajar untuk menerima kenyataan apapun yang terjadi.
Meskipun Nuh menunggu dan menunggu, ia tidak menanti secara pasif tidak melakukan apa-apa. Sebaliknya, secara aktif sambil menunggu, Nuh juga melakukan usaha. Saat bahtera kandas, sambil menunggu air berkurang, Nuh membuka tingkap bahtera dan melepaskan burung gagak dan burung merpati untuk memantau surutnya air. Setelah merpati tidak kembali, sambil menunggu, Nuh pun membuka tutup bahtera untuk melihat-lihat. Meskipun bumi sudah kering, Nuh justru tetap menunggu datangnya firman Allah kepadanya. Dengan kata lain, berbagai usaha yang dilakukan Nuh di saat menunggu jalan keluar dari Tuhan sama sekali tidak bertentangan dengan kehendak dan ketetapan-Nya.
Seringkali, dalam ketidak-sabaran justru kita cenderung memilih “jalur cepat” atau “yang penting ada hasilnya” meskipun pilihan tersebut bertentangan dengan kehendak Tuhan. Seperti halnya, Abraham di dalam ketidak-sabarannya untuk menunggu janji Tuhan akan keturunannya melalui Sarah, akhirnya mengambil Hagar sebagai istri. Raja Saul di dalam ketidak-sabarannya menunggu Samuel, akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri membakar sendiri korban bakaran yang seharusnya dilakukan oleh seorang imam. Meskipun hasil diperoleh, hasil tersebut justru bertentangan dengan ketetapan Tuhan bahkan pada akhirnya justru merugikan diri kita sendiri.
Kiranya Tuhan memberikan kita kekuatan untuk dapat bersandar pada ketetapan-Nya di dalam masa penantian kita. Haleluya.