SAUH BAGI JIWA
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita“
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita“
Dalam masyarakat umum, kasih bersifat timbal balik dan bersyarat. Seseorang akan dapat mengasihi ketika ia terlebih dahulu dikasihi.
Firman Tuhan sendiri pun mencatatkan bahwa orang berdosa pun mengasihi orang-orang yang mengasihi mereka. Penulis Injil Lukas mencatatkan, “Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka” (Luk 6:32).
Secara logika, kita merasa sulit untuk mengasihi orang, apalagi ia yang telah berbuat salah kepada kita, membenci kita, bahkan seorang musuh! Pada hari ini, mungkinkah kita melakukan kasih yang tak bersyarat?
Ayat yang tercantum dalam surat
Kasih Tuhan itu sederhana. Dia mengasihi kita karena kita adalah ciptaan-Nya. Dia mengasihi kita seperti halnya seorang ayah yang mengasihi anaknya. Dia mengasihi kita tanpa syarat. Namun, bukan berarti kasih-Nya semena-mena tanpa tanggung-jawab.
Seorang anak yang melakukan kesalahan tentu akan didisiplinkan oleh ayahnya. Si anak menerima konsekuensi akibat kesalahannya. Namun, seberapa besar kemarahan sang ayah, sang anak tetaplah darah dagingnya sendiri. Meskipun sang anak telah mengecewakan atau bahkan melukai hati sang ayah dengan keputusannya untuk melanggar perkataannya dan berbuat salah, dan meskipun sang ayah telah mendisiplinkannya sedemikian rupa; bagaimana pun juga ia tetap akan merangkul anaknya kembali dengan kasih yang tulus.
Tetapi, seringkali kita tampaknya tidak dapat mempercayai, memahami dan merasakan kasih-Nya bagi diri kita. Mengapa demikian? Karena kita sudah terpengaruh dan terbiasa dengan budaya dunia tempat kita menjalani kehidupan. Kita hidup dalam dunia yang rumit, sehingga tidak ada lagi ruang untuk kesederhanaan. Semuanya harus dijelaskan dengan nalar dan logika. Semuanya harus dipertanyakan. Tidak ada yang gratis. Mengambil apa yang diberikan, itu masuk akal. Tetapi memberi tanpa imbalan, sama sekali tidak masuk akal.
Sebaliknya, kasih Allah begitu sederhana. Dia telah memberikan nyawa-Nya bagi kita tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dia melakukannya hanya karena Ia mengasihi kita. Ia lebih suka mengambil semua penderitaan dalam diri kita, dibandingkan melihat kita menderita dalam hukuman abadi. Dari situlah kita dapat mengetahui bahkan merasakan dan mengalami sendiri kasih Kristus!
Hari ini, kita perlu kembali kepada kesederhanaan yang demikian, agar kita dapat melihat dan merasakan kasih Tuhan bagi kita setiap hari. Sesungguhnya, kita tidak membutuhkan penjelasan tambahan tentang kasih Tuhan yang nyata. Kita tidak membutuhkan nalar dan logika yang rumit tentang kasih Tuhan yang tulus. Yang kita butuhkan hanyalah membuka hati kita untuk-Nya. Percayalah pada kata-kata-Nya. Biarlah Tuhan menyentuh hati kita.
Dan ketika Tuhan telah menjamah hidup kita, kita harus belajar untuk mengasihi sesama kita dengan kasih Yesus Kristus yang begitu sederhana, tetapi begitu berkuasa.