SAUH BAGI JIWA
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan“
“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan“
“Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh,” demikianlah Pengkhotbah memberikan sebuah nasehat kepada para pembaca (Pkh 7:9). Melalui ayat ini, penulis Kitab Pengkhotbah ingin menyampaikan bahwa orang yang mudah marah akan melakukan hal-hal yang bodoh.
Kepiting adalah contoh binatang yang “pemarah”. Ternyata, menangkap kepiting tidak sesulit yang kita pikirkan. Umumnya ada dua cara sederhana yang digunakan untuk menangkap kepiting: Pertama, dengan mengganggunya sehingga ia “marah”. Kedua, dengan memberikan sebuah umpan berupa daging. Yang menarik, ketika si kepiting merasa terganggu, ia segera menjepit “sang musuh” dengan lengan capitnya yang besar, dan ia tidak akan melepaskan capitan itu sampai musuhnya mati. Pemburu kepiting memanfaatkan kecenderungan ini untuk menangkap kepiting.
Ketika kita marah, si Jahat dapat dengan mudah memanfaatkan kemarahan ini dan menjerat kita. Rasul Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Efesus menuliskan, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” (Ef 4:26-27)
Tentunya kita pernah marah. Orang sesabar apa pun akan menghadapi pergumulan ini. Namun sebagai anak-anak Tuhan, marilah kita renungkan nasihat yang dituliskan dalam firman Tuhan. Ketika kita marah, janganlah kita sampai berbuat dosa dengan perkataan kotor, apalagi sampai melakukan kekerasan yang dapat merugikan orang lain maupun diri kita sendiri. Belajarlah dari pengalaman Kain yang marah kepada Habel, atau Raja Saul yang mendengki Daud. Mereka berdua tidak segera mengendalikan kemarahan dalam hati mereka, sehingga berujung pada dendam dan mempengaruhi perbuatan mereka.
“Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Nasihat ini mengajarkan kita untuk tidak memendam kemarahan kita di dalam hati. Dengan kata lain, padamkanlah amarah itu sesegera mungkin. Amarah yang terus dipendam akan menggelapkan mata hati kita. Memendam amarah serupa dengan menyimpan bom waktu dalam diri sendiri – yang akan terus berdetak seiring dengan waktu. Begitu ada sedikit pemicu yang menyulut amarah terpendam itu, meledaklah amarah itu dan melukai diri kita sendiri dan orang-orang lain di sekitar kita. Dalam hal ini, Iblislah yang diuntungkan. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap amarah, agar kita tidak ditunggangi oleh keinginan daging dan diperalat oleh Iblis.