SAUH BAGI JIWA
“Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya“
(1 Petrus 5:10)
“Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya“
(1 Petrus 5:10)
“Pengalaman adalah guru terbaik” adalah sebuah ungkapan yang umumnya sering digunakan untuk mengambarkan sebuah peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, kemudian dijadikan sebagai suatu pembelajaran, peringatan dan motivasi berharga di dalam kehidupan kita untuk menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup kita selanjutnya.
Dalam salah satu tulisannya, Rasul Petrus pernah menuliskan nasehat tentang orang-orang muda dan bagaimana mereka harus bersikap, “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain” (1Ptr 5:5).
Sewaktu muda, Rasul Petrus tahu persis bagaimana rasanya bersikap sok tahu, tidak mau mendengarkan dan tunduk kepada orang yang lebih tua, serta terkadang merasa mampu untuk melakukan segala sesuatu. Bahkan Alkitab mencatatkan bagaimana sikap Petrus, saat menjadi murid Yesus, sebelum Tuhan Yesus disalibkan, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak” (Mat 26:33). Namun pada kenyataannya, ketika Yesus ditangkap Petrus justru menyangkal-Nya sebanyak tiga kali.
Seringkali sebagai orang muda, kita dengan mudah sesumbar dan tidak mau merendahkan hati. Jika orangtua menasehati, maka seribu satu alasan bisa kita keluarkan, bahkan merasa diri mampu melakukan lebih baik daripada hal yang dinasehatkan orangtua kita. Marilah kita bersama-sama belajar untuk merendahkan hati agar dapat belajar dari nasehat orangtua serta dari pengalaman yang telah mereka lalui, dan dari teguran firman Tuhan kepada kita.
Kemudian, di dalam suratnya, Rasul Petrus melanjutkan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1Ptr 5:7). Saat Petrus masih muda, kekuatiran terbesarnya adalah pada saat gurunya ditangkap dan disalibkan. Bahkan begitu kuatirnya Petrus akan hidupnya sehingga ia menyangkal Yesus, gurunya, sebanyak tiga kali. Penulis Injil Lukas mencatatkan bahwa peristiwa penyangkalan membuat Petrus sangat bersedih dan akhirnya ia kembali menjadi penjala ikan.
Namun, setelah Tuhan Yesus bangkit dan menampakkan diri-Nya kepada Petrus, Ia mengingatkan kembali tentang pentingnya menjadi penjala manusia. Setelah Yesus naik ke surga, Tuhan mencurahkan Roh Kudus kepada mereka. Dengan demikian, mereka dapat dengan berani menghadapi segala sesuatu dalam menjadi pelayan Injil. Itulah pemeliharaan Tuhan yang dirasakan oleh Rasul Petrus di saat-saat kekuatirannya.
Sebenarnya kekuatiran adalah hal yang wajar dan dialami oleh setiap manusia di berbagai jenjang usia. Namun kekuatiran menjadi tidak wajar jika terus dipikul sendiri, membebani pikiran secara berlebihan dan tidak diserahkan kepada Tuhan. Ingatlah bahwa kekuatiran tidak akan menambah sehasta pun panjang hidup kita. Tuhan mengetahui dan menyediakan apa yang kita butuhkan — bukan apa yang kita inginkan. Sebab apa yang kita inginkan belum tentu baik untuk kita.
Kekuatiran dapat menjadi hal yang baik—jika hal itu mendorong kita untuk bersandar pada-Nya dan membiarkan Tuhan bekerja dalam kehidupan kita. Bukan berarti kita hanya berpangku tangan menunggu Tuhan menyelesaikan segala permasalahan kita. Kita juga harus melakukan bagian kita. Iman tanpa perbuatan adalah sia-sia. “Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak,” demikianlah Pemazmur menasehati kita (Mzm 37:5).