SAUH BAGI JIWA
“Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu“
“Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu“
Rudi Hartono adalah pahlawan bulu tangkis Indonesia yang berhasil meraih delapan kali juara All England(1968-1974). Pelajaran penting yang beliau dapatkan dari keberhasilan ini adalah prosesnya. Sejak usia 13 tahun, Rudi sudah mulai bangun jam empat pagi untuk latihan: berlari sekian puluh kilometer, mengangkat beban dan latihan-latihan berat lainnya. Semua latihan yang ia lakukan adalah proses untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang ia torehkan.
Sebagai anak-anak muda, seringkali kita menginginkan hasil yang cepat dan instan. Seringkali kita lebih mementingkan hasil, bukan proses untuk meraihnya. Dunia pun secara tidak langsung memberikan contoh kepada kita tentang budaya instan. Tanpa sadar, budaya demikian mempengaruhi pemikiran kita bahwa keberhasilan juga dapat diraih tanpa harus berjerih lelah ataupun bekerja keras.
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus mengingatkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan, “janganlah menjadi serupa dengan dunia ini” (Rm 12:2). Melewati proses yang panjang dan melelahkan memang terasa membebankan dibandingkan dengan mencapai tujuan dengan cara-cara instan. Namun, peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang – senang kemudian” mengingatkan kita pada suatu pelajaran berharga, yaitu: Ada keuntungan dan pelajaran tersendiri saat kita melalui segala tahapan demi tahapan dengan tekun.
Firman Tuhan menceritakan tentang seorang anak muda yang melewati proses yang “pahit” selama kurang lebih 13 tahun lamanya. Tetapi proses itu membuat dirinya siap untuk menjadi pemimpin besar bagi banyak orang. Pemuda itu adalah Yusuf. Lukisan kehidupan Yusuf menggambarkan bahwa keberhasilan memiliki hubungan yang tak dapat dipisahkan dengan proses yang harus dilalui; bukan hanya sekedar titik akhir dari hasil itu sendiri.
Proses yang dilalui Yusuf diawali di rumah orangtuanya. Yusuf adalah seorang pemuda yang berpendirian, bahkan ia tidak segan-segan memberitahukan kejahatan saudara-saudaranya kepada ayahnya; meskipun pada akhirnya ia harus dibenci oleh mereka.
Ketika Yusuf dijual dan tinggal di rumah kepala pengawal raja, yaitu Potifar, ia belajar untuk menjadi seorang hamba yang rajin bekerja dan jujur. Namun, di tengah keberhasilan Yusuf sebagai pekerja yang setia, istri Potifar membujuknya untuk melakukan dosa—hari demi hari—sehingga ia dibentuk untuk menjadi orang yang takut akan Tuhan.
Meskipun Yusuf dijebloskan ke dalam penjara karena difitnah oleh istri Potifar, karakter dan jati dirinya tidak berubah. Di sinilah Yusuf belajar untuk bersabar dan bersandar akan Tuhan.
Saat Yusuf dibawa ke hadapan Firaun, oleh karena hikmat dari Tuhan, terlihat kedewasaan Yusuf dalam menghadapi masalah serta kerendahan hatinya; sehingga Firaun menjadikannya sebagai pemimpin di tanah Mesir.
Ketika kita memperhatikan proses demi proses yang dilalui seseorang, kita dapat memetik sebuah pelajaran bahwa proses yang panjang, keringat, dan cucuran air mata justru membentuk seseorang sehingga ia dapat dikenan di hadapan Allah dan manusia. Marilah kita mulai menjalani proses dalam kehidupan kita dengan benar. Dengan demikian, kita akan memetik hasil buah yang indah pada waktunya.