SAUH BAGI JIWA
“Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu“
“Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu“
Kita tahu bahwa jalan Tuhan lebih tinggi daripada jalan kita. Demikian pula rancangan-Nya. Kadangkala, kita tidak mengerti mengapa sesuatu terjadi atas diri kita. Mengapa kita harus mengalami peristiwa ini? Mengapa doa kita tidak terkabul? Mengapa orang lain dapat menjalani hidup mereka dengan lancar, sedangkan kita tidak? Pertanyaan demi pertanyaan sering berkecamuk di dalam pikiran kita ketika segala sesuatu tidak berjalan lancar atau ketika kita tidak memperoleh apa yang kita inginkan.
Setiap orang tentu mengharapkan kehidupan yang nyaman dan menyenangkan, bebas dari masalah dan sesuai dengan keinginannya. Kita menerima semua yang baik dari Tuhan dengan senang hati dan penuh rasa syukur. Tetapi, ketika mengalami masalah atau saat rencana yang telah kita atur berantakan dan hidup tidak berjalan mulus, bagaimana sikap kita? Apakah kita akan bersikap seperti orang Israel atau seperti Ayub?
Orang Israel selalu mengeluh dan bersungut-sungut ketika segala sesuatu tidak berjalan lancar atau tidak sesuai keinginan mereka. Mereka selalu menuntut dan tidak menghargai kasih Allah. Karena sifat orang Israel yang bebal itu, Allah memproses iman mereka. Perjalanan di padang gurun yang seharusnya dapat ditempuh selama 40 hari harus ditempuh selama 40 tahun. Selama di padang gurun itulah Allah mendidik mereka agar belajar taat dan bersandar kepada-Nya. Allah melakukan banyak tanda dan mukjizat untuk menunjukkan kedaulatan dan kebesaran-Nya. Namun, orang Israel yang bebal itu tetap tidak mengerti dan tidak menghargai kasih karunia Allah. Berulang kali mereka mendukakan hati Allah dengan berpaling kepada allah-allah lain atau bangsa-bangsa lain. Semua ini membangkitkan murka Allah sehingga banyak dari mereka yang binasa dan tidak dapat masuk ke tanah perjanjian.
Sikap Ayub berbeda dengan orang Israel. Ketika menghadapi pencobaan yang berat karena kehilangan semua anaknya dan hartanya dalam sekejap, bahkan dirinya pun didera penyakit, Ayub tetap beriman. Dia berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayb 1:21). Walaupun dia tidak mengerti, tetapi Ayub percaya kepada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan memberkatinya berlipat kali ganda.
Ayub telah memberikan teladan yang sangat baik bagi kita. Sesungguhnya, kita tidak perlu mengerti mengapa sesuatu hal terjadi dalam hidup kita. Kita hanya perlu untuk percaya bahwa Tuhan itu baik dan Dia tidak akan pernah merancangkan yang jahat untuk kita. Hanya seringkali jalan dan rancangan-Nya terlalu tinggi dan dalam sehingga melampaui pemahaman kita.
Roma 8:28 berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Kita harus belajar menerima segala pengaturan Tuhan bagi kita, tetap beriman kepada-Nya dan memohon bimbingan-Nya dalam segala hal. Belajarlah untuk tetap bersyukur dan bersukacita dalam segala keadaan. Asalkan kita hidup seturut perintah Tuhan, rancangan-Nya pasti selalu indah pada waktunya.