SAUH BAGI JIWA
“Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja“
(Amsal 21:25)
“Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja“
(Amsal 21:25)
Pada suatu malam di taman Getsemani, Tuhan Yesus meminta ketiga murid-Nya untuk tinggal dan berjaga-jaga. Namun, setelah beberapa waktu, Ia malah mendapati mereka sedang tidur (Mrk 14:37). Tuhan Yesus sendiri pun tahu bahwa cawan pahit akan segera datang, oleh sebab itu Ia tetap berjaga-jaga dan berdoa. Sedangkan ketiga murid, karena mereka tidak berjaga-jaga sedikit, akhirnya rohani mereka turut tertidur.
Murid-murid tidak mendapatkan kekuatan sama sekali, sehingga pada saat Simon Petrus berhadapan dengan orang-orang di wilayah halaman Mahkamah Agama, ia menyangkal Tuhan Yesus bahkan yang ketiga kali sampai mengutuk dan bersumpah bahwa ia tidak kenal dengan orang yang mereka sebut-sebut itu. Padahal mereka ingin sekali mendapatkan hidup kekal bersama Tuhan, namun mereka tidak mau mengikut Tuhan Yesus sampai ke Golgota. Mereka ingin menerima berkat, tetapi mereka tidak ingin menderita. Inilah tangan yang enggan bekerja. Ingin menerima hasil tuaian, namun menolak untuk menabur.
Tuaian yang baik akan diperoleh berdasarkan hasil kerja keras. Ketika secara rohani kita menjadi malas, selalu menghindar atau bersungut-sungut terhadap kesusahan dan penderitaan, tidak melakukan pekerjaan Tuhan; maka pada akhirnya kita juga tidak akan mendapatkan apapun juga dari Tuhan.
Injil Matius telah mengingatkan kita dengan perumpamaan tentang talenta. Hamba-hamba yang mengerjakan talentanya dengan sungguh-sungguh, pada akhirnya akan diundang masuk dan turut dalam kebahagiaan tuan mereka (Mat 25:21). Sedangkan hamba yang hanya menyembunyikan talentanya di dalam tanah, pada akhirnya ditegur dengan keras. Ia tidak mendapatkan apa-apa. Tuannya menyebutnya sebagai seorang yang jahat dan malas, bahkan apa yang sudah dimilikinya—yaitu satu talenta—akan diambil daripada dan ia akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap.
Dalam perumpamaan tentang talenta di atas, tuannya menyebut hamba yang menyembunyikan talenta sebagai seorang yang jahat dan malas (Mat 25:26). Demikianlah pula standar penghakiman bagi kita nantinya. Apakah kita sudah sungguh-sungguh mengerjakan talenta yang telah Tuhan berikan kepada kita selama ini? Ataukah kita menjadi malas dengan tangan yang tidak mau bekerja?
Sungguh mengejutkan bahwa saat kita menjadi malas untuk mengusahakan talenta pemberian Tuhan, kita dianggap sebagai orang yang “jahat.” Mengapa demikian? Sebab secara sengaja kita telah mengabaikan tanggung-jawab kita kepada Tuhan. Dengan menolak untuk mengusahakan talenta tersebut, kita sudah berbuat tidak setia dan sama sekali tidak menghargai pemberian yang Tuhan telah berikan kepada kita.
Tuhan telah memberikan kepada tiap-tiap orang talenta yang berbeda-beda. Tidak perlu kita saling membanding-bandingkan siapa yang memiliki lebih banyak ataupun yang lebih tinggi. Bukan demikian halnya. Setiap talenta sama dihadapan Tuhan dan memiliki kegunaan yang berbeda-beda pula. Jangan sampai kita ditanam dan diberi pupuk tetapi sama sekali tidak menghasilkan buah, tidak mengusahakan talenta kita.
Kemalasan sesungguhnya menyebabkan kita tidak lagi mengasihi orang lain. Ketika kita mengasihi, artinya kita ingin berkorban bagi orang lain. Jika kita sama sekali tidak mau berkorban, tidak mau menghadapi kesusahan atau pun penderitaan, lalu bagaimana mungkin kita dapat mengasihi orang lain? Jauhkanlah tangan yang enggan bekerja dalam kehidupan kita.