SAUH BAGI JIWA
“…Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang“
(Wahyu 4:8)
“…Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang“
(Wahyu 4:8)
Dalam penglihatan Yohanes di dalam kitab Wahyu, dituliskan bahwa empat makhluk yang ada di sekeliling takhta di surga tidak henti-hentinya berseru, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa” (Why 4:8). Keempat makhluk memiliki penampakan yang serupa dengan kualitas Allah. Mereka melambangkan orang-orang percaya yang telah mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan-Nya.
Keempat makhluk juga mempersembahkan puji-pujian, hormat dan ucapan syukur kepada Allah. Tuhan memang layak untuk dipuji karena kekudusan-Nya. Tidak ada yang menyamai kekudusan Allah, baik di langit maupun di bumi.
Jadi, jika Allah yang kita sembah sedemikian kudus, bagaimana dengan kita yang mengaku sebagai anak-anak Allah? Apakah kita senantiasa menjaga diri kita tetap kudus, baik dalam hal pikiran, perkataan, maupun perbuatan?
Selain kudus, Allah juga Maha Kuasa. Dialah yang menciptakan sekaligus menguasai seluruh alam semesta. Maka, kita tidak perlu merasa kuatir atau takut karena kita tahu bahwa segala hal ada dalam kendali-Nya.
Itulah Allah kita. Allah yang kudus dan juga Maha Kuasa! Oleh karena itu, sama seperti keempat makhluk, kita pun harus senantiasa memuji, menaruh hormat atas kekudusan dan kemahakuasaan-Nya. Kita juga harus mengucap syukur karena kita boleh menjadi anak-anak-Nya.
Sebaliknya, pada bagian akhir kitab Wahyu diceritakan tentang kejatuhan negeri Babel—perlambangan dari dosa dan ketidak-kudusan. Penulis kitab Wahyu pasal 18 menjelaskan bagaimana Babel telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci, karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya. Tuhan sangat tidak suka ketika manusia berbuat dosa. Bila dosa sudah sedemikian besar dan kesabaran Tuhan sudah habis, maka Tuhan dengan kuasa-Nya akan membalaskannya.
Bagaimana Tuhan menanggapi ketidak-kudusan negeri babel? “Sebab dosa-dosanya telah bertimbun-timbun sampai ke langit, dan Allah telah mengingat segala kejahatannya. Balaskanlah kepadanya, sama seperti dia juga membalaskan, dan berikanlah kepadanya dua kali lipat menurut pekerjaannya…berikanlah kepadanya siksaan dan perkabungan, sebanyak kemuliaan dan kemewahan, yang telah ia nikmati,” demikianlah tertulis dosa-dosa Babel beserta dengan pembalasan dari Tuhan (Why 18:5-7).
Kerajaan Babel penuh dengan dosa dan Tuhan turun tangan untuk membinasakannya, sehingga keselamatan dapat turun dan berkuasa untuk melenyapkan kejahatan. Oleh sebab itu, terdengar seperti suara nyaring dari himpunan orang banyak dari sorga yang berseru, “Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita” (Why 19:1).
Hari ini, kita bersyukur kepada Tuhan sebab kita dapat terlepas dari kejahatan. Bagi kita yang telah mengenal kebenaran, janganlah kita jatuh ke dalam belenggu dosa lagi atau mengikuti arus dosa yang menggoda—sebab kita adalah anak-anak Allah. Kita bukanlah anak-anak ketidak-kudusan seperti negeri Babel. Apabila kita berbuat dosa seperti yang dilakukan orang-orang Babel, maka hukuman Tuhan akan menimpa diri kita.
Oleh sebab itu, kita harus memuji dan berseru dengan suara nyaring memuji Tuhan: Haleluya, yang dalam bahasa Ibrani secara harfiah berarti “puji Tuhan.” Pujian terhadap Tuhan menunjukkan bahwa ketakutan dan kekhawatiran tidak dapat menguasai diri kita, sebab kita telah bebas dan dimenangkan oleh Tuhan Yesus dalam kuasa-Nya sehingga kita dapat beroleh sukacita yang tak terkira.