SAUH BAGI JIWA
“Lalu berdoalah Elisa: ‘Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa’“
(2 Raja-Raja 6:17)
“Lalu berdoalah Elisa: ‘Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa’“
(2 Raja-Raja 6:17)
Selama penerbangan di dalam pesawat menuju ke sebuah kota besar, saya menatap keluar dari kursi dekat jendela, seperti kebiasaan saya. Mata saya sepertinya tidak pernah bosan dengan luasnya daratan atau perspektif baru dari awan. Saya bisa menatap ke luar jendela selama berjam-jam, menyaksikan pemandangan bergulir dengan lembut, tanpa perlu hiburan segar.
Saat saya menatap apa yang menurut saya adalah pemukiman-pemukiman penduduk, saya melihat sekelompok kecil peradaban manusia yang tampaknya ditelan oleh luasnya pegunungan yang bergulung. Orang-orang di sana benar-benar hidup di dalam satu bayangan kecil dari ribuan celah dan lipatan lanskap.
Entah bagaimana, pemandangan itu membuatku berpikir. Saya yakin ada ratusan orang yang tinggal di sana. Dan mereka seperti saya–mereka hidup dengan masalah mereka sendiri yang hanya mengikuti kehidupan.
Bisa jadi beberapa dari mereka adalah anak-anak yang hidup dalam keluarga disfungsional, dan keempat dinding rumah menjadi tempat yang paling ditakuti. Ada yang menghadapi stres dari sekolah, kampus atau pun pekerjaan yang sulit dilakukan. Beberapa dari mereka harus berurusan dengan berbagai tanggung jawab, kesulitan, depresi, dan ketakutan yang hanya diketahui oleh diri mereka sendiri.
Ini mengingatkan saya pada pelayan Elisa yang bangun pada suatu pagi dan melihat musuh mengepung seluruh kota. Karena ketakutan, dia berteriak kepada Elisa, “Celaka, tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?” (2 Raj 6:15).
Dan Elisa berdoa dan berkata, “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Kemudian Tuhan membuka mata pemuda itu, dan dia melihat. Dan lihatlah, gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi di sekeliling Elisa (2 Raj 6:17).
Pikiran saya terhenti saat saya memandang dari kejauhan rumah-rumah mungil di daratan dan berganti pandangan ke lanskap pegunungan luas dengan awan-awan yang bergulir lembut.
Terkadang, kita mungkin merasa terjebak dalam lubang kehidupan—ada masalah ini dan itu, dan kesulitan tersebut tidak akan hilang. Terkadang, kita begitu terpaku akan masalah yang ada sehingga kita merasa panik bahkan putus-asa menyadari ketidak-mampuan kita untuk menghadapinya. Tapi Tuhan ada di sekitar kita, bahkan sudah melindungi kita. Jadi, bukalah mata kita dan lihatlah. Lihatlah, gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi.