SAUH BAGI JIWA
“Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus“
(Galatia 1:10)
“Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus“
(Galatia 1:10)
Dalam surat Galatia pasal 1, Rasul Paulus menegur jemaat di Galatia. Pada saat itu, kerohanian jemaat di Galatia berada pada kondisi yang buruk karena mereka berbalik dari Injil yang sejati dan mengikuti injil lain yang tidak benar, yang justru bertujuan untuk memutarbalikkan Injil Kristus (Gal 1:6-7). Rasul Paulus juga memberikan sebuah pertanyaan retorik: Adakah ia mencari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Jika dilihat dari pembahasan pasal ini dan terutama dalam Galatia 1:11, Rasul Paulus menekankan tentang tujuan utama dalam pemberitaan Injil. Apakah kita menyampaikan kebenaran berdasarkan pandangan manusia atau prinsip Tuhan?
Dalam keheranannya, rasul Paulus mempertanyakan keputusan jemaat Galatia yang begitu lekas berbalik dari Tuhan. Mereka seakan-akan lupa akan kasih karunia Kristus yang telah memanggil mereka pada kebenaran dan bersedia dikacaukan oleh orang yang memutarbalikkan Injil Kristus. Dengan kata lain, jemaat Galatia dikacaukan oleh karena mereka mencari kesukaan manusia. Mereka berusaha untuk mencoba agar dapat dikenan oleh manusia–yaitu para pemberita injil yang berbeda.
Pada hari ini, hal apakah yang kita cari ketika kita mendengarkan atau menyampaikan kebenaran firman Tuhan? Seringkali manusia hanya ingin mendengarkan hal-hal yang manis dari orang lain, tetapi tidak suka ditegur dan dinyatakan kesalahannya. Karena itu, banyak orang memilih untuk menyampaikan firman Tuhan yang memuaskan telinga pendengarnya sehingga tidak menyinggung atau menimbulkan amarah orang lain. Padahal, firman Tuhan adalah untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2Tim 3:16). Dengan demikian, kita dapat mengetahui kesalahan kita dan menyempurnakan diri karena manusia seringkali melakukan dosa, baik yang disadari atau tidak.
Kesombongan rohani dapat pula membuat kita terjatuh. Kita perlu berhati-hati ketika kita mulai memusatkan segala sesuatu kepada diri sendiri dan bukan kepada Tuhan, menganggap diri mampu menyampaikan firman Tuhan tanpa hikmat dari Tuhan. Saat kita mulai melihat talenta sebagai suatu kepemilikan yang patut dikagumi atas diri kita atau menganggap hal rohani sebagai pencapaian pribadi yang patut dibanggakan, kita sebetulnya telah menjadi sombong secara rohani.
Tanpa adanya kekuatan dan hikmat dari Tuhan, manusia tidak berdaya. Pertanyaan yang diajukan oleh Rasul Paulus kepada dirinya sendiri dapat menjadi refleksi bagi kita. Ketika menyampaikan kebenaran, entah saat berkhotbah, melakukan pelayanan, serta melalui perilaku dan perkataan, apakah yang menjadi tujuan kita? Adakah kita mencari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Pada saat kita berusaha untuk berkenan kepada manusia dan membanggakan diri sendiri maka kita sudah tidak dapat disebut sebagai hamba Kristus.