SAUH BAGI JIWA
“Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya“
(Amsal 13:24)
“Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya“
(Amsal 13:24)
John Locke, seorang filsuf berkebangsaan Inggris, mengatakan bahwa seorang anak yang baru lahir diibaratkan sebuah ‘kertas kosong’ yang membutuhkan orang dewasa untuk mengisi dan mewarnainya. Karena lingkungan pertama bagi seorang anak adalah keluarga, peranan orangtua sangatlah penting. Ajaran dan nilai-nilai yang ditanamkan orangtua akan membentuk sifat dan karakter seorang anak. Kadangkala, ketika anak nakal dan tidak mau mendengar didikan, orangtua boleh menggunakan tongkat untuk menghajar mereka. Walaupun mungkin nampak kejam, tindakan itu lebih baik daripada membiarkan mereka tumbuh menjadi orang jahat dan kelak menjadi binasa.
Anak-anak Imam Eli merupakan contoh yang sangat jelas. Imam Eli tidak mendidik anak-anaknya dengan baik saat mereka berbuat sesuatu yang salah. Ketika mendengar tentang perbuatan-perbuatan jahat yang telah dilakukan anak-anaknya, Imam Eli hanya berkata, “Janganlah begitu, anak-anakku…” Jika Eli adalah seorang ayah yang baik, ia akan menegur dan menghukum mereka dengan keras. Apalagi mereka telah melakukan banyak pelanggaran dan tidak menghormati Tuhan karena memandang rendah korban bagi Tuhan. Sebagai anak-anak seorang imam, seharusnya mereka lebih menghormati Tuhan dan menaati peraturan. Namun, perbuatan mereka justru sebaliknya, yaitu menyalahgunakan jabatan dan menghina Tuhan. Ini membuktikan bahwa Imam Eli tidak mendidik mereka dengan baik. Sebagai akibatnya, Tuhan murka dan menghukum mereka. Hofni dan Pinehas mati pada saat yang bersamaan. Segera setelah mendengar kabar itu, Imam Eli terjatuh dan mati seketika. Bahkan, keturunan mereka pun tidak luput dari hukuman Allah.
Betapa mengerikan akibat yang ditimbulkan dari kesalahan dalam mendidik anak-anak. Karena itu, orangtua harus mendisiplinkan anak-anak mereka sejak kecil. Tanamkan rasa takut akan Tuhan dan nilai-nilai kebajikan sejak dini agar mereka dapat menjadi orang-orang yang baik, hormat kepada Tuhan dan sesama.
Sebagai anak-anak Tuhan, kita pun dididik oleh Tuhan melalui firman-Nya dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Kadangkala, ketika kita tidak peka atau tidak mau mendengar, Tuhan menggunakan tongkat untuk menghajar kita. Dia membiarkan kita mengalami masalah dan kesukaran. Tentu saja, sama seperti orangtua yang mendidik anak-anak mereka dengan tujuan untuk kebaikan, Tuhan pun menghajar kita demi kebaikan kita. Dia menghendaki agar kita bertobat dan tidak binasa. Titus 2:12 berkata, “Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini.” Melalui didikan atau hajaran itu, Allah ingin kita bisa berbalik sehingga tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia, melainkan dapat beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
Saat kita menerima didikan atau peringatan dari Tuhan, janganlah menganggap remeh didikan tersebut dan jangan berputus asa. Sebaliknya, kita harus mengucap syukur karena semua itu menunjukkan kasih dan kepedulian Tuhan atas diri kita. “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Why 3:19).