SAUH BAGI JIWA
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu , dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN”—Yesaya 55:8
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu , dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN”—Yesaya 55:8
Penulis kitab Kejadian mencatatkan bagaimana Yusuf begitu disayang oleh ayahnya. Mengetahui hal tersebut, saudara-saudara Yusuf menjadi benci dan iri kepadanya dan akhirnya menjual Yusuf ke Mesir. Di Mesir, tantangan dan kesulitan satu per satu menimpa Yusuf, mulai dari godaan istri Potifar sampai kepada saksi dusta yang membuat Yusuf dimasukkan ke dalam penjara. Menghadapi kesemuanya itu, Yusuf tetap berusaha mempertahankan imannya dan tetap bersandar pada Tuhan (Kej 39:1-23). Hingga akhirnya, Tuhan mengangkat Yusuf menjadi penguasa di Mesir—menggenapi mimpi yang telah Ia berikan kepada Yusuf—setelah ia mengartikan mimpi Firaun. Sebagai seorang penguasa di Mesir, Yusuf menjalankan kehendak Allah—yaitu agar ia dapat memelihara Israel beserta keturunannya di bumi.
Rangkuman perjalanan hidup Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa rancangan Tuhan bisa saja berbeda dengan apa yang sudah kita rancangkan. Mungkin sebagai seorang Yusuf yang sangat disayang oleh orangtua, kita akan berpikir bahwa masa depan akan terjamin, indah dan nyaman. Namun, Tuhan berkehendak lain. Ujian demi ujian terus berdatangan menghampiri Yusuf. Siapakah yang dapat menyangka bahwa seseorang yang berjubah maha indah ternyata dapat menjadi seorang budak di Mesir?
Apabila kita menjadi Yusuf, mungkin kita akan mengatakan bahwa Tuhan tidak adil dan tidak peduli pada kita. Manusia seringkali menjadi lemah saat menghadapi persoalan. Tidak sedikit dari kita yang mulai meragukan rencana Tuhan. Di saat kita membutuhkan jawaban, seakan–akan Tuhan tidak mendengarkan kita. Sama halnya dengan Yusuf, di saat ia membutuhkan Tuhan untuk menolongnya, seakan–akan Tuhan tidak peduli padanya. Namun, Yusuf tetap berpegang teguh pada imannya, sekalipun ia dirudung oleh berbagai ketidak-adilan yang menimpa hidupnya. Pada akhirnya, Yusuf diangkat menjadi seorang penguasa untuk memelihara dan menolong Israel dan keturunannya. Sungguh rencana Tuhan yang luar biasa, Ia menjawab pergumulan Yusuf dengan rencana-Nya yang sangat indah.
Dengan demikian, saat kita sedang dikelilingi oleh “semak” dan “duri” dalam hidup, marilah kita mengingat tiga hal:
Pertama, Tuhan selalu berada di sisi kita. Oleh karena itu, janganlah kuatir! Rasul Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Filipi mengingatkan kepada para pembaca bahwa Tuhan tahu akan segala kebutuhan kita berdasarkan doa dan permohonan yang kita panjatkan; serta damai sejahtera-Nya akan dapat memelihara hati dan pikiran kita (Fil 4:6-7).
Kedua, setiap orang memiliki salib dan tanggungannya masing-masing (Luk 9:23 dan Gal 6:5). Oleh karena itu, fokuslah pada “jalan kecil” yang sudah Tuhan persiapkan bagi kita, tanpa harus melirik, membanding-bandingkan atau bahkan merasa iri terhadap “salib” orang lain yang sepertinya terlihat jauh lebih kecil dan ringan dibandingkan dengan “salib” yang kita pikul.
Ketiga, manusia dapat saja merencanakan segala sesuatunya tetapi pada akhirnya, rancangan Tuhanlah yang terlaksana. Bukan berarti Tuhan bersifat otoriter dan pemaksa kehendak, melainkan Ia sudah merancangkan damai sejahtera bagi anak-anak-Nya (Yer 29:11) dan tidak akan memberikan ular kepada anak-Nya yang meminta ikan (Luk 11:11). Dengan kata lain, rencana Tuhan mungkin saja tidak akan dapat terselami oleh akal manusia. Namun, percaya dan berimanlah bahwa di balik setiap rancangan-Nya, terdapat suatu tujuan yang begitu mulia dan agung.
SAUH BAGI JIWA
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu , dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN”—Yesaya 55:8
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu , dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN”—Yesaya 55:8
Penulis kitab Kejadian mencatatkan bagaimana Yusuf begitu disayang oleh ayahnya. Mengetahui hal tersebut, saudara-saudara Yusuf menjadi benci dan iri kepadanya dan akhirnya menjual Yusuf ke Mesir. Di Mesir, tantangan dan kesulitan satu per satu menimpa Yusuf, mulai dari godaan istri Potifar sampai kepada saksi dusta yang membuat Yusuf dimasukkan ke dalam penjara. Menghadapi kesemuanya itu, Yusuf tetap berusaha mempertahankan imannya dan tetap bersandar pada Tuhan (Kej 39:1-23). Hingga akhirnya, Tuhan mengangkat Yusuf menjadi penguasa di Mesir—menggenapi mimpi yang telah Ia berikan kepada Yusuf—setelah ia mengartikan mimpi Firaun. Sebagai seorang penguasa di Mesir, Yusuf menjalankan kehendak Allah—yaitu agar ia dapat memelihara Israel beserta keturunannya di bumi.
Rangkuman perjalanan hidup Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa rancangan Tuhan bisa saja berbeda dengan apa yang sudah kita rancangkan. Mungkin sebagai seorang Yusuf yang sangat disayang oleh orangtua, kita akan berpikir bahwa masa depan akan terjamin, indah dan nyaman. Namun, Tuhan berkehendak lain. Ujian demi ujian terus berdatangan menghampiri Yusuf. Siapakah yang dapat menyangka bahwa seseorang yang berjubah maha indah ternyata dapat menjadi seorang budak di Mesir?
Apabila kita menjadi Yusuf, mungkin kita akan mengatakan bahwa Tuhan tidak adil dan tidak peduli pada kita. Manusia seringkali menjadi lemah saat menghadapi persoalan. Tidak sedikit dari kita yang mulai meragukan rencana Tuhan. Di saat kita membutuhkan jawaban, seakan–akan Tuhan tidak mendengarkan kita. Sama halnya dengan Yusuf, di saat ia membutuhkan Tuhan untuk menolongnya, seakan–akan Tuhan tidak peduli padanya. Namun, Yusuf tetap berpegang teguh pada imannya, sekalipun ia dirudung oleh berbagai ketidak-adilan yang menimpa hidupnya. Pada akhirnya, Yusuf diangkat menjadi seorang penguasa untuk memelihara dan menolong Israel dan keturunannya. Sungguh rencana Tuhan yang luar biasa, Ia menjawab pergumulan Yusuf dengan rencana-Nya yang sangat indah.
Dengan demikian, saat kita sedang dikelilingi oleh “semak” dan “duri” dalam hidup, marilah kita mengingat tiga hal:
Pertama, Tuhan selalu berada di sisi kita. Oleh karena itu, janganlah kuatir! Rasul Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Filipi mengingatkan kepada para pembaca bahwa Tuhan tahu akan segala kebutuhan kita berdasarkan doa dan permohonan yang kita panjatkan; serta damai sejahtera-Nya akan dapat memelihara hati dan pikiran kita (Fil 4:6-7).
Kedua, setiap orang memiliki salib dan tanggungannya masing-masing (Luk 9:23 dan Gal 6:5). Oleh karena itu, fokuslah pada “jalan kecil” yang sudah Tuhan persiapkan bagi kita, tanpa harus melirik, membanding-bandingkan atau bahkan merasa iri terhadap “salib” orang lain yang sepertinya terlihat jauh lebih kecil dan ringan dibandingkan dengan “salib” yang kita pikul.
Ketiga, manusia dapat saja merencanakan segala sesuatunya tetapi pada akhirnya, rancangan Tuhanlah yang terlaksana. Bukan berarti Tuhan bersifat otoriter dan pemaksa kehendak, melainkan Ia sudah merancangkan damai sejahtera bagi anak-anak-Nya (Yer 29:11) dan tidak akan memberikan ular kepada anak-Nya yang meminta ikan (Luk 11:11). Dengan kata lain, rencana Tuhan mungkin saja tidak akan dapat terselami oleh akal manusia. Namun, percaya dan berimanlah bahwa di balik setiap rancangan-Nya, terdapat suatu tujuan yang begitu mulia dan agung.