SAUH BAGI JIWA
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”
(Matius 7:3)
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”
(Matius 7:3)
Ada peribahasa yang berbunyi, “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak”. Peribahasa itu memiliki arti: Orang cenderung untuk dengan mudahnya melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, tetapi sebaliknya, sangat sulit untuk melihat kesalahan atau kekurangan dirinya sendiri.
Penulis Injil Matius menjelaskan, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?…” (Mat 7:1-5). Pesan dari Injil Matius mengingatkan bahwa seringkali kita lebih mudah untuk menghakimi sekecil apapun kesalahan yang diperbuat oleh orang lain, sedangkan kesalahan diri sendiri cenderung kita remehkan dan anggap sepele.
Menegur kesalahan yang diperbuat orang lain adalah hal yang sudah sepatutnya, karena jika tidak ditegur, kemungkinan besar orang tersebut akan mengulangnya kembali (Yeh 33:8-9; Mat 18:15; Luk 17:3). Namun, kita juga wajib mengevaluasi diri kita sendiri. Seberapa banyaklah kesalahan yang pernah kita lakukan? Seberapa seringkah kita menyadari kesalahan-kesalahan tersebut?
Di dalam Injil Matius 7, Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan balok dan selumbar. Selumbar, menurut Kamus Alkitab, merujuk pada tangkai atau ranting yang kecil dan kering, serpihan jerami yang kecil, atau bahkan sehelai rambut (bulu), yang mungkin terbang ke mata. Serupa dengan peribahasa di atas tentang besarnya gajah dan kecilnya semut, perumpamaan balok dan selumbar menunjukkan bahwa kesalahan atau kekurangan yang kita miliki justru jauh lebih besar dibandingkan dengan kekurangan orang lain yang kita hakimi.
Selanjutnya, penulis Injil Matius menegaskan, jika seseorang belum memperbaiki diri atas kekurangannya atau bahkan mengabaikannya dengan sengaja; dan ia bersikeras untuk menghakimi kesalahan orang lain, maka ia adalah seorang yang munafik (Mat 7:5).
Beberapa contoh dari “kemunafikan” antara lain: Kita menegur kesalahan orang lain tetapi kita sendiri tanpa sadar malah melakukan kesalahan serupa yang dilakukan orang tersebut. Hal lainnya, kita memberikan nasehat pengajaran Alkitab kepada teman kita yang sedang membutuhkan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sendiri lengah di dalam menerapkan pengajaran tersebut. Misalkan saja, kita menasehati teman kita untuk berdoa di waktu kesesakan tetapi saat diri kita sendiri dirudung masalah, kita malah langsung mencari pertolongan dari pihak lain dan tidak mendahulukan doa memohon pertolongan Tuhan.
Oleh sebab itu, ketika kita melihat seseorang melakukan suatu kesalahan, janganlah tergesa-gesa untuk menegur apalagi menghakimi. Pikirkanlah sejenak, apakah kita juga pernah atau sedang melakukan kesalahan serupa? Jika benar adanya, berusahalah semaksimal mungkin untuk memperbaiki diri sendiri dan tidak mengulanginya lagi. Penulis kitab Mazmur bahkan mengingatkan kita untuk tidak menyembunyikan kesalahan kita dari Tuhan dan memberitahukan pelanggaran-pelanggaran kita pribadi kepada-Nya untuk pengampunan dosa kita (Mzm 32:5).
Jikalau kita ingin menegur kesalahan teman kita, bicaralah dan nasehatilah secara sopan, lembut, rendah hati dan penuh kasih bukan dengan nada menghakimi, meremehkan ataupun menertawakan. Jika perlu, berbagilah dengan mereka pengalaman pribadi bahwa diri kitapun juga sedang bergumul memperbaiki kesalahan tersebut dan kita sedang berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengulanginya dengan bersandar pada kekuatan Roh Kudus. Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan bagi mereka yang ingin turut serta memperbaiki diri.
SAUH BAGI JIWA
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”
(Matius 7:3)
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”
(Matius 7:3)
Ada peribahasa yang berbunyi, “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak”. Peribahasa itu memiliki arti: Orang cenderung untuk dengan mudahnya melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, tetapi sebaliknya, sangat sulit untuk melihat kesalahan atau kekurangan dirinya sendiri.
Penulis Injil Matius menjelaskan, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?…” (Mat 7:1-5). Pesan dari Injil Matius mengingatkan bahwa seringkali kita lebih mudah untuk menghakimi sekecil apapun kesalahan yang diperbuat oleh orang lain, sedangkan kesalahan diri sendiri cenderung kita remehkan dan anggap sepele.
Menegur kesalahan yang diperbuat orang lain adalah hal yang sudah sepatutnya, karena jika tidak ditegur, kemungkinan besar orang tersebut akan mengulangnya kembali (Yeh 33:8-9; Mat 18:15; Luk 17:3). Namun, kita juga wajib mengevaluasi diri kita sendiri. Seberapa banyaklah kesalahan yang pernah kita lakukan? Seberapa seringkah kita menyadari kesalahan-kesalahan tersebut?
Di dalam Injil Matius 7, Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan balok dan selumbar. Selumbar, menurut Kamus Alkitab, merujuk pada tangkai atau ranting yang kecil dan kering, serpihan jerami yang kecil, atau bahkan sehelai rambut (bulu), yang mungkin terbang ke mata. Serupa dengan peribahasa di atas tentang besarnya gajah dan kecilnya semut, perumpamaan balok dan selumbar menunjukkan bahwa kesalahan atau kekurangan yang kita miliki justru jauh lebih besar dibandingkan dengan kekurangan orang lain yang kita hakimi.
Selanjutnya, penulis Injil Matius menegaskan, jika seseorang belum memperbaiki diri atas kekurangannya atau bahkan mengabaikannya dengan sengaja; dan ia bersikeras untuk menghakimi kesalahan orang lain, maka ia adalah seorang yang munafik (Mat 7:5).
Beberapa contoh dari “kemunafikan” antara lain: Kita menegur kesalahan orang lain tetapi kita sendiri tanpa sadar malah melakukan kesalahan serupa yang dilakukan orang tersebut. Hal lainnya, kita memberikan nasehat pengajaran Alkitab kepada teman kita yang sedang membutuhkan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sendiri lengah di dalam menerapkan pengajaran tersebut. Misalkan saja, kita menasehati teman kita untuk berdoa di waktu kesesakan tetapi saat diri kita sendiri dirudung masalah, kita malah langsung mencari pertolongan dari pihak lain dan tidak mendahulukan doa memohon pertolongan Tuhan.
Oleh sebab itu, ketika kita melihat seseorang melakukan suatu kesalahan, janganlah tergesa-gesa untuk menegur apalagi menghakimi. Pikirkanlah sejenak, apakah kita juga pernah atau sedang melakukan kesalahan serupa? Jika benar adanya, berusahalah semaksimal mungkin untuk memperbaiki diri sendiri dan tidak mengulanginya lagi. Penulis kitab Mazmur bahkan mengingatkan kita untuk tidak menyembunyikan kesalahan kita dari Tuhan dan memberitahukan pelanggaran-pelanggaran kita pribadi kepada-Nya untuk pengampunan dosa kita (Mzm 32:5).
Jikalau kita ingin menegur kesalahan teman kita, bicaralah dan nasehatilah secara sopan, lembut, rendah hati dan penuh kasih bukan dengan nada menghakimi, meremehkan ataupun menertawakan. Jika perlu, berbagilah dengan mereka pengalaman pribadi bahwa diri kitapun juga sedang bergumul memperbaiki kesalahan tersebut dan kita sedang berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengulanginya dengan bersandar pada kekuatan Roh Kudus. Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan bagi mereka yang ingin turut serta memperbaiki diri.
SAUH BAGI JIWA
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”
(Matius 7:3)
“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?”
(Matius 7:3)
Ada peribahasa yang berbunyi, “Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak”. Peribahasa itu memiliki arti: Orang cenderung untuk dengan mudahnya melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, tetapi sebaliknya, sangat sulit untuk melihat kesalahan atau kekurangan dirinya sendiri.
Penulis Injil Matius menjelaskan, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?…” (Mat 7:1-5). Pesan dari Injil Matius mengingatkan bahwa seringkali kita lebih mudah untuk menghakimi sekecil apapun kesalahan yang diperbuat oleh orang lain, sedangkan kesalahan diri sendiri cenderung kita remehkan dan anggap sepele.
Menegur kesalahan yang diperbuat orang lain adalah hal yang sudah sepatutnya, karena jika tidak ditegur, kemungkinan besar orang tersebut akan mengulangnya kembali (Yeh 33:8-9; Mat 18:15; Luk 17:3). Namun, kita juga wajib mengevaluasi diri kita sendiri. Seberapa banyaklah kesalahan yang pernah kita lakukan? Seberapa seringkah kita menyadari kesalahan-kesalahan tersebut?
Di dalam Injil Matius 7, Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan balok dan selumbar. Selumbar, menurut Kamus Alkitab, merujuk pada tangkai atau ranting yang kecil dan kering, serpihan jerami yang kecil, atau bahkan sehelai rambut (bulu), yang mungkin terbang ke mata. Serupa dengan peribahasa di atas tentang besarnya gajah dan kecilnya semut, perumpamaan balok dan selumbar menunjukkan bahwa kesalahan atau kekurangan yang kita miliki justru jauh lebih besar dibandingkan dengan kekurangan orang lain yang kita hakimi.
Selanjutnya, penulis Injil Matius menegaskan, jika seseorang belum memperbaiki diri atas kekurangannya atau bahkan mengabaikannya dengan sengaja; dan ia bersikeras untuk menghakimi kesalahan orang lain, maka ia adalah seorang yang munafik (Mat 7:5).
Beberapa contoh dari “kemunafikan” antara lain: Kita menegur kesalahan orang lain tetapi kita sendiri tanpa sadar malah melakukan kesalahan serupa yang dilakukan orang tersebut. Hal lainnya, kita memberikan nasehat pengajaran Alkitab kepada teman kita yang sedang membutuhkan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kita sendiri lengah di dalam menerapkan pengajaran tersebut. Misalkan saja, kita menasehati teman kita untuk berdoa di waktu kesesakan tetapi saat diri kita sendiri dirudung masalah, kita malah langsung mencari pertolongan dari pihak lain dan tidak mendahulukan doa memohon pertolongan Tuhan.
Oleh sebab itu, ketika kita melihat seseorang melakukan suatu kesalahan, janganlah tergesa-gesa untuk menegur apalagi menghakimi. Pikirkanlah sejenak, apakah kita juga pernah atau sedang melakukan kesalahan serupa? Jika benar adanya, berusahalah semaksimal mungkin untuk memperbaiki diri sendiri dan tidak mengulanginya lagi. Penulis kitab Mazmur bahkan mengingatkan kita untuk tidak menyembunyikan kesalahan kita dari Tuhan dan memberitahukan pelanggaran-pelanggaran kita pribadi kepada-Nya untuk pengampunan dosa kita (Mzm 32:5).
Jikalau kita ingin menegur kesalahan teman kita, bicaralah dan nasehatilah secara sopan, lembut, rendah hati dan penuh kasih bukan dengan nada menghakimi, meremehkan ataupun menertawakan. Jika perlu, berbagilah dengan mereka pengalaman pribadi bahwa diri kitapun juga sedang bergumul memperbaiki kesalahan tersebut dan kita sedang berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengulanginya dengan bersandar pada kekuatan Roh Kudus. Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan bagi mereka yang ingin turut serta memperbaiki diri.