SAUH BAGI JIWA
“Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Matius 27:43)
Bacaan: Matius 27:35-44
“Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Matius 27:43)
Bacaan: Matius 27:35-44
Ketika Yesus disalib, banyak orang menghujat dan mencemooh Dia. Imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan tua-tua orang Yahudi mengolok-olok Dia. Bahkan salah seorang penyamun yang disalibkan bersama dengan Yesus juga ikut mencela-Nya. Mereka berkata bahwa jika Dia benar-benar adalah Anak Allah dan menaruh harapan pada Allah, seharusnya Allah menyelamatkan-Nya. Allah tidak mungkin membiarkan Dia mengalami penghinaan seperti itu. Mereka juga mengejek-Nya bahwa jika memang Dia benar-benar Anak Allah, seharusnya Dia sanggup membebaskan diri-Nya sendiri.
Namun menghadapi semua ini Yesus tidak bergeming. Dia hanya diam. Mengapa? Sebab Dia tahu bahwa ini adalah kehendak Allah bagi-Nya. Sesungguhnya, inilah tujuan Yesus datang ke dalam dunia. Mengenai hal ini, Nabi Yesaya telah menubuatkan, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yes 53:7).
Teladan yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus ini seharusnya kita jalankan dalam kehidupan kita. Mungkin ada di antara kita yang pernah dicemooh oleh orang lain karena status sosial, pendidikan atau ras. Asalkan semua itu bukan karena kesalahan yang kita lakukan, kita harus menyikapinya dengan lapang dada. Kita tidak perlu menanggapi atau memikirkannya karena kita tahu bahwa semua yang dikaruniakan kepada kita adalah baik adanya. Kita percaya bahwa rancangan Tuhan atas kita adalah yang terbaik.
Demikian juga ketika sesuatu terjadi tidak sejalan dengan kemauan kita, kita harus tetap menerimanya. Percayalah bahwa Allah juga turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm 8:28). Seperti Yesus, yang menerima segala rancangan Allah atas diri-Nya, kita pun harus menerima rancangan Allah atas diri kita. Tanpa perlu banyak bertanya atau berdalih, kita menjalani semuanya karena itu adalah kehendak Allah bagi kita. Sebagai anak, yang harus kita lakukan hanyalah taat kepada Bapa.
Kematian Yesus merupakan rencana besar Allah demi menyelamatkan umat manusia. Pada waktu itu orang-orang tidak tahu dan tidak mengerti. Sama halnya, kita mungkin tidak mengerti mengapa saat ini kita harus mengalami keadaan yang tidak menyenangkan. Kita tidak mengerti mengapa harus mengalaminya. Namun, berimanlah bahwa Allah pasti memiliki tujuan tertentu. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yer 29:11).
Pada saat-saat seperti itu, kita juga harus berkata seperti Yesus, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk 22:42).
SAUH BAGI JIWA
“Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Matius 27:43)
Bacaan: Matius 27:35-44
“Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Matius 27:43)
Bacaan: Matius 27:35-44
Ketika Yesus disalib, banyak orang menghujat dan mencemooh Dia. Imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan tua-tua orang Yahudi mengolok-olok Dia. Bahkan salah seorang penyamun yang disalibkan bersama dengan Yesus juga ikut mencela-Nya. Mereka berkata bahwa jika Dia benar-benar adalah Anak Allah dan menaruh harapan pada Allah, seharusnya Allah menyelamatkan-Nya. Allah tidak mungkin membiarkan Dia mengalami penghinaan seperti itu. Mereka juga mengejek-Nya bahwa jika memang Dia benar-benar Anak Allah, seharusnya Dia sanggup membebaskan diri-Nya sendiri.
Namun menghadapi semua ini Yesus tidak bergeming. Dia hanya diam. Mengapa? Sebab Dia tahu bahwa ini adalah kehendak Allah bagi-Nya. Sesungguhnya, inilah tujuan Yesus datang ke dalam dunia. Mengenai hal ini, Nabi Yesaya telah menubuatkan, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yes 53:7).
Teladan yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus ini seharusnya kita jalankan dalam kehidupan kita. Mungkin ada di antara kita yang pernah dicemooh oleh orang lain karena status sosial, pendidikan atau ras. Asalkan semua itu bukan karena kesalahan yang kita lakukan, kita harus menyikapinya dengan lapang dada. Kita tidak perlu menanggapi atau memikirkannya karena kita tahu bahwa semua yang dikaruniakan kepada kita adalah baik adanya. Kita percaya bahwa rancangan Tuhan atas kita adalah yang terbaik.
Demikian juga ketika sesuatu terjadi tidak sejalan dengan kemauan kita, kita harus tetap menerimanya. Percayalah bahwa Allah juga turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm 8:28). Seperti Yesus, yang menerima segala rancangan Allah atas diri-Nya, kita pun harus menerima rancangan Allah atas diri kita. Tanpa perlu banyak bertanya atau berdalih, kita menjalani semuanya karena itu adalah kehendak Allah bagi kita. Sebagai anak, yang harus kita lakukan hanyalah taat kepada Bapa.
Kematian Yesus merupakan rencana besar Allah demi menyelamatkan umat manusia. Pada waktu itu orang-orang tidak tahu dan tidak mengerti. Sama halnya, kita mungkin tidak mengerti mengapa saat ini kita harus mengalami keadaan yang tidak menyenangkan. Kita tidak mengerti mengapa harus mengalaminya. Namun, berimanlah bahwa Allah pasti memiliki tujuan tertentu. “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yer 29:11).
Pada saat-saat seperti itu, kita juga harus berkata seperti Yesus, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk 22:42).