SAUH BAGI JIWA
“Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apapun”
(Matius 27:12)
Bacaan: Matius 27:11-13
“Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apapun”
(Matius 27:12)
Bacaan: Matius 27:11-13
Kita semua pasti pernah mendengar ungkapan atau peribahasa “diam itu emas”. Ungkapan ini biasanya digunakan dalam situasi ketika seseorang berpikir bahwa lebih baik tidak mengatakan sesuatu pada situasi tertentu. Sebagai contoh, kita sedang berada dalam sebuah forum, namun tidak mengetahui dengan jelas apa yang sedang dibicarakan. Dalam keadaan seperti itu, diam menjadi pilihan sikap yang tepat. Atau, ketika berhadapan dengan orang yang sedang emosi, diam juga menjadi pilihan yang baik daripada asal bicara dan menambah rumit permasalahan yang terjadi. Bahkan dengan berdiam diri kadangkala kita dapat meredam kemarahan seseorang.
Tuhan Yesus juga memilih diam ketika dihadapkan kepada wali negeri, Pilatus, meskipun para imam kepala dan tua-tua Yahudi memberikan banyak sekali tuduhan kepada-Nya (Mrk 15:3). Pilatus merasa heran mengapa Tuhan Yesus hanya berdiam diri saja, padahal banyak sekali tuduhan yang dilancarkan kepada-Nya (Mat 27:13-14). Tuhan Yesus tahu, sekalipun Dia menjawab dan membantah tuduhan tersebut, itu tidak akan menghentikan orang-orang Yahudi yang ingin memenjarakan dan membunuh-Nya. Hal ini terbukti ketika Pilatus selesai menyelidiki dan tidak menemukan kesalahan apapun, orang-orang Yahudi tetap mendesak Pilatus untuk menghukum Tuhan Yesus (Luk 23:4-5). Karena itu, diam merupakan pilihan yang tepat bagi Tuhan Yesus.
Memang diam tidak selalu emas. Tetapi dengan berdiam diri kita dapat berpikir lebih jernih dan meredam setiap permasalahan yang terjadi. Dengan berdiam diri kita bisa mengurangi risiko untuk berbuat dosa karena di dalam banyak bicara pasti ada banyak pelanggaran. Seperti diajarkan oleh penulis kitab Amsal, barangsiapa menahan bibirnya, dia berakal budi (Ams 10:19).
Memang tidak selamanya kita harus berdiam diri. Pengkhotbah menasihati kita bahwa ada waktu untuk berdiam diri dan ada waktu untuk berbicara (Pkh 3:7b). Kiranya kita bisa secara bijak menentukan kapan harus diam dan kapan harus berbicara, serta meminta tuntunan Tuhan Yesus untuk mengaruniakan hikmat kepada kita.
SAUH BAGI JIWA
“Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apapun”
(Matius 27:12)
Bacaan: Matius 27:11-13
“Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apapun”
(Matius 27:12)
Bacaan: Matius 27:11-13
Kita semua pasti pernah mendengar ungkapan atau peribahasa “diam itu emas”. Ungkapan ini biasanya digunakan dalam situasi ketika seseorang berpikir bahwa lebih baik tidak mengatakan sesuatu pada situasi tertentu. Sebagai contoh, kita sedang berada dalam sebuah forum, namun tidak mengetahui dengan jelas apa yang sedang dibicarakan. Dalam keadaan seperti itu, diam menjadi pilihan sikap yang tepat. Atau, ketika berhadapan dengan orang yang sedang emosi, diam juga menjadi pilihan yang baik daripada asal bicara dan menambah rumit permasalahan yang terjadi. Bahkan dengan berdiam diri kadangkala kita dapat meredam kemarahan seseorang.
Tuhan Yesus juga memilih diam ketika dihadapkan kepada wali negeri, Pilatus, meskipun para imam kepala dan tua-tua Yahudi memberikan banyak sekali tuduhan kepada-Nya (Mrk 15:3). Pilatus merasa heran mengapa Tuhan Yesus hanya berdiam diri saja, padahal banyak sekali tuduhan yang dilancarkan kepada-Nya (Mat 27:13-14). Tuhan Yesus tahu, sekalipun Dia menjawab dan membantah tuduhan tersebut, itu tidak akan menghentikan orang-orang Yahudi yang ingin memenjarakan dan membunuh-Nya. Hal ini terbukti ketika Pilatus selesai menyelidiki dan tidak menemukan kesalahan apapun, orang-orang Yahudi tetap mendesak Pilatus untuk menghukum Tuhan Yesus (Luk 23:4-5). Karena itu, diam merupakan pilihan yang tepat bagi Tuhan Yesus.
Memang diam tidak selalu emas. Tetapi dengan berdiam diri kita dapat berpikir lebih jernih dan meredam setiap permasalahan yang terjadi. Dengan berdiam diri kita bisa mengurangi risiko untuk berbuat dosa karena di dalam banyak bicara pasti ada banyak pelanggaran. Seperti diajarkan oleh penulis kitab Amsal, barangsiapa menahan bibirnya, dia berakal budi (Ams 10:19).
Memang tidak selamanya kita harus berdiam diri. Pengkhotbah menasihati kita bahwa ada waktu untuk berdiam diri dan ada waktu untuk berbicara (Pkh 3:7b). Kiranya kita bisa secara bijak menentukan kapan harus diam dan kapan harus berbicara, serta meminta tuntunan Tuhan Yesus untuk mengaruniakan hikmat kepada kita.