SAUH BAGI JIWA
“Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”
(Matius 22:37)
Bacaan: Matius 22:34-40
“Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”
(Matius 22:37)
Bacaan: Matius 22:34-40
Kasih merupakan kegenapan hukum Taurat dan intisari Kekristenan. Dan perintah untuk mengasihi Allah merupakan perintah yang paling utama. Allah ingin agar umat-Nya mengasihi Dia bukan dalam perkataan saja, melainkan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Musa pun pernah mengutarakan hal yang sama di Ulangan 10:12, “Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.”
Jadi, dalam ibadah kita kepada Allah, yang penting bukanlah ritual atau persembahan, melainkan hati kita. Kita harus menghadap Dia dengan pikiran dan hati yang murni. Itulah sebabnya di dalam salah satu pengajaran-Nya, Yesus pernah menasihatkan untuk berdamai dahulu dengan saudara kita sebelum memberikan persembahan.
Ketika kita mengasihi seseorang, tentu kita ingin berbuat sesuatu yang menyukakan hatinya. Untuk itu kita harus tahu apa yang menjadi kesukaannya. Demikian pula halnya dengan mengasihi Allah. Jika kita mengasihi Dia, maka kita akan melakukan hal-hal yang menyenangkan hati-Nya. Kita akan mencari tahu apa yang dikehendaki dan diharapkan-Nya dari kita, yang semuanya dapat kita temukan di dalam Alkitab.
Salah satu hal yang dikehendaki-Nya dari kita adalah mempersembahan hidup kita. Roma 12:1-2 berkata, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Maka, jika kita mengasihi Allah, kita harus menjaga tubuh kita tetap kudus, dengan menjalankan pembaruan pikiran, dan menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Dengan kata lain, kita harus hidup menurut kehendak-Nya, melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya. Inilah yang berkenan kepada Allah.
Hal lainnya yang harus kita lakukan jika kita mengasihi Allah adalah taat. Ketaatan ini mencakup ketaatan pada perintah-perintah-Nya dan kerelaan untuk melakukan pekerjaan-Nya. Hanya orang yang mengasihi yang akan menuruti perkataan orang yang dikasihinya.
Untuk menguji kasih Petrus kepada-Nya, Yesus pernah mengajukan pertanyaan yang sama ini sebanyak tiga kali. “Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ‘Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?’ Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’ Dan ia berkata kepada-Nya: ‘Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Gembalakanlah domba-domba-Ku.’ (Yoh. 21:17)
Kita pun seringkali mengaku bahwa kita mengasihi Allah dan ingin mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi kita. Namun, apakah kasih kita ini telah teruji? Apakah kita benar-benar mengasihi Allah? Apakah kita telah mempersembahkan hidup kita di dalam kekudusan? Apakah di tengah masalah dan kesukaran, ketika kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, apakah kita tetap taat dan mempertahankan iman? Biarlah kita semua boleh menjadi orang-orang yang benar-benar mengasihi Allah.