SAUH BAGI JIWA
“Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati”
Bacaan: Matius. 20:17-28
“Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati”
Bacaan: Matius. 20:17-28
Saat ujian akhir sebelum kenaikan kelas, materi bahan ujian tentu cukup banyak sehingga tidak mungkin dapat terselesaikan hanya dalam satu hari. Sebagai seorang pelajar, ia diperhadapkan pada dua pilihan: Cara instan melalui menyontek atau menelan pil pahit melalui perjuangan mempelajari seluruh materi yang ada hari demi hari. Dengan cara instan, seseorang tentu tidak perlu meluangkan waktu dan tenaga untuk bersusah payah belajar. Sedangkan pilihan untuk jujur memerlukan seseorang untuk meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di dalam mempelajari materi yang ada–sungguh sebuah pil pahit! Namun, kita tahu bahwa pil pahit pada akhirnya akan membuahkan hasil yang manis. Bukan hanya pengetahuan yang kita pelajari akan menjadi bekal bagi kita kelak, melainkan kedisiplinan, kejujuran, serta kemauan untuk bekerja keras akan menjadi karakter penting yang kelak kita butuhkan–baik itu bagi kehidupan bermasyarakat, bekerja, bersosial, berumah tangga maupun dalam bergereja. Itulah pembelajaran di dalam menelan pil pahit.
Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat. 20:18-19)
Ayat ini memberitahukan kepada kita bahwa sesungguhnya Yesus tahu penderitaan apa yang akan dialami-Nya. Tuhan Yesus juga tahu bagaimana hidup-Nya akan berakhir tragis bahkan harus tewas mengenaskan di tangan orang-orang berdosa untuk menjadi tebusan bagi banyak orang (28).
Saudara-saudari yang terkasih di dalam Tuhan, bayangkan apabila kita berada di dalam posisi-Nya. Apakah yang akan kita lakukan? Apakah kita tetap optimis dan melakoni tanpa mempedulikan kesukaran dan penderitaan yang ada di depan mata? Atau, apakah kita dengan jujur lebih memilih mundur teratur karena takut menghadapi kesukaran yang dapat menghancurkan hati kita?
Jikalau kita melihat Alkitab sebagai panutan, marilah kita belajar dari Yesus Kristus. Dia adalah teladan yang sempurna dalam menghadapi penderitaan. Bagaimana tidak, cawan pahit yang diberikan Bapa kepada-Nya pun Ia minum. Oleh karena sebagai para pengikut-Nya, janganlah kita terlena dan menjadi manja. Apabila menghadapi penyakit atau masalah, janganlah secepat kilat kita berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk segera melenyapkan masalah kita. Jikalau demikian, kita seolah-olah seperti murid yang tidak mau mencicipi sedikit pun cawan pahit pemberian Guru kita yang agung.
Marilah kita belajar meneladani sikap Tuhan Yesus dalam menghadapi kesulitan dan meminum cawan pahit. Kita harus berdoa, memohon kekuatan Tuhan untuk melalui semuanya itu, bukannya malah menghindar. Sesungguhnya, Tuhan Yesus ingin agar kita belajar menelan hal-hal yang pahit di dunia ini (Yoh. 17:15). Amin.