SAUH BAGI JIWA
“Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya.”
“Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya.”
Ketika itu, murid-murid Yohanes datang kepada Yesus dan berkata, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”. Dalam terjemahan Inggris NKJV, dituliskan lebih jelas lagi, “Mengapa kami dan orang-orang Farisi [sering] berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Maka Yesus menjawab, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
Sebagai umat Kristen, kita juga mungkin pernah berpuasa. Hal berpuasa ini telah ditetapkan Allah sejak bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, agar mereka dapat merendahkan diri di hadapan Tuhan. Demikianlah orang-orang Yahudi pada zaman Tuhan Yesus pun berpuasa. Bahkan mereka berpuasa secara rutin dua kali seminggu. Bukankah berpuasa merupakan hal yang baik? Kalau demikian, mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk berpuasa?
Sesungguhnya berpuasa adalah hal yang sangat baik. Demikian juga kalau kita dapat beribadah setiap hari Sabat. Terlebih kalau kita juga dapat berdoa dan membaca Alkitab setiap harinya. Namun semuanya ini tidaklah akan bermanfaat bagi kerohanian kita, apabila kita melakukannya sebatas rutinitas belaka. Melakukan kegiatan keagamaan secara rutinitas inilah yang terjadi pada bangsa Israel sehingga nabi Yesaya berkata, “Dan Tuhan telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” (Yes 29:13)
Dengan hati yang benar-benar tertuju kepada Tuhan, barulah semua kegiatan keagamaan yang kita lakukan dapat menjadi berarti dan bermanfaat bagi pertumbuhan kerohanian kita. Dengan hati, barulah ibadah yang kita lakukan dapat mendekatkan diri kita kepada Tuhan dan menyegarkan jiwa kita. Dengan hati, barulah doa dan bacaan Alkitab harian kita dapat membuat kita semakin mengerti akan kehendak Allah.
Sebuah refleksi bagi kita ketika pada masa pandemi beribadah secara online di rumah. Marilah kita menjalankannya bukan karena rutinitas, melainkan dengan hati beribadah, dengan hati berdoa, dengan hati menyanyikan pujian, dengan hati mendengarkan Firman Tuhan. Demikian juga ketika membaca Alkitab dan berdoa setiap harinya, kita pun mau melakukannya dengan hati.
Biarlah ketika kita dapat melakukan semuanya itu dengan hati, kita pun dapat benar-benar merasakan pertumbuhan rohani dan merasakan hubungan yang erat dengan Tuhan. Maka seperti yang dikatakan Yakobus, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Haleluya !