Allah adalah Tempat Perlindungan Kita
Seringkali, kita baru memahami bahwa anugerah Allah cukup bagi kita ketika kita menghadapi bencana.
Seringkali, kita baru memahami bahwa anugerah Allah cukup bagi kita ketika kita menghadapi bencana.
Sungguh, Allah yang kita sembah adalah Tuhan yang setia, yang menyelamatkan kita pada waktu-waktu bahaya.
Apabila kita berdoa kepada Allah memohon sesuatu, kita harus berdoa dengan hati yang sederhana dan memohon hal-hal yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Selama hidup saya di Jepang, saya mengalami pergumulan antara harus memilih pekerjaan dengan iman.
Namun Tuhan menunjukkan Kasih-Nya kapada saya, sehingga langkah hidup saya diatur oleh-Nya.
Suatu pagi-pagi sekali, saya sedang mengendarai sepeda motor kecil untuk mengirim surat kabar seperti biasa. Pada hari itu turun hujan gerimis. Ketika saya tiba pada sebuah persimpangan, lampu lalu lintas berubah dari hijau ke kuning, jadi saya berusaha bergegas menyeberang. Tiba-tiba sebuah taksi dari arah berlawanan membelok ke kanan di persimpangan dan bertabrakan dengan saya, sehingga saya terlempar ke udara.
Kakak perempuannya memberitahukan kami bahwa benar adiknya ini belum pulang ke rumah (saat kecelakaan terjadi). Jadi saya segera bergegas ke rumah sakit dengan saudari-saudari lain untuk menjenguk Sdri. Wang. Pada saat itu, dengan berurai air mata kakaknya berkata kepada kami, “Dokter berkata bahwa kalau diperlukan operasi, akan memakan biaya jutaan Yen. Kami tidak sanggup membayarnya.”
Suatu hari di tahun 1997, anak perempuan saya memberitahukan bahwa GYS akan mengadakan KKR lagi; dan semua topik khotbahnya berhubungan dengan keselamatan. Katanya, “Pa, jangan lewatkan kesempatan yang berharga ini! Saya akan menemani papa ke gereja besok.”
Namun sukacita kami tidak bertahan lama. Ketika Dicky masih berada di dalam kandungan, ia sehat seperti bayi-bayi yang lain. Namun setelah lahir, ia menjadi sering sakit dan tubuhnya lemah. Ia sering mengalami demam tinggi yang menyebabkan kejang-kejang. Senyum, harapan, dan kebahagiaan kami berubah menjadi kesedihan, takut, dan kuatir atas kesehatannya. Kami berusaha membawanya ke dokter, tetapi keadaannya tidak bertambah baik.
Peristiwa ini terjadi di pertengahan tahun 1981 di Sitiawan, Perak. Ketika ibu saya sedang dalam perjalanan ke pasar, ia merasa sangat pusing. Biasanya ia mengendarai sepeda, tetapi pada hari itu ia tidak dapat bersepeda karena rasa pusing itu. Setelah ia kembali ke rumah, ia merasa sangat letih dan kehilangan nafsu makan. Ia segera pergi ke dokter, tetapi masalah kesehatannya tidak dapat diketahui. Namun dokter menyadari betul ibu saya tidak sehat karena wajahnya yang pucat.
Bukan karena saya tidak mengerti, tetapi karena saya tidak mau merendahkan diri saya waktu itu. Saya hanya ingin mengungkapkan kekesalan saya dan mengesampingkan kerohanian saya. Saya tidak berani memikirkan Firman Tuhan karena Firman itu dapat membuat saya merasa bersalah.