Takut dan Ragu Tanda Kurang Percaya
Setelah kematian Yesus, murid-murid merasa ketakutan. Mereka seperti domba tanpa gembala atau anak tanpa bapaknya. Maka, ketika mereka mengadakan perkumpulan bersama, mereka mengunci semua pintu.
Setelah kematian Yesus, murid-murid merasa ketakutan. Mereka seperti domba tanpa gembala atau anak tanpa bapaknya. Maka, ketika mereka mengadakan perkumpulan bersama, mereka mengunci semua pintu.
Jika kita mencari kalimat “jalan bersama Tuhan” dalam Kidung Rohani, maka kita dapat menemukan banyak pujian yang mengandung kalimat tersebut. Bahkan, ada satu pujian yang berjudul demikian. ‘Jalan bersama Tuhan’ memang sebuah pernyataan yang sangat baik. Dengan berjalan bersama-Nya, kita akan tetap aman dan terjaga. Saat kita membutuhkan pertolongan, Ia pun ada dan akan menolong kita.
Adalah suatu kisah tentang anak muda yang diterima bekerja sebagai penebang pohon. Dikisahkan pemuda tersebut dibekali sebilah kapak tajam oleh pemilik lahan. Ia bersemangat sekali menebang pohon, sehingga di hari pertama ia berhasil menebang tiga puluh pohon. Namun keesokan harinya, ia hanya berhasil menebang dua puluh lima pohon. Maka, si pemuda tersebut bertekad untuk dapat mengembalikan performanya supaya di hari ketiga ia dapat kembali menebang tiga puluh pohon.
Di dunia ini, orang yang dianggap berhikmat adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi, berpendidikan tinggi, berprestasi, pintar, memiliki banyak gelar, seorang ahli, dan sebagainya. Sedangkan orang yang dianggap bodoh adalah sebaliknya–orang yang tidak berpendidikan, tidak memiliki prestasi, tidak pintar, dan sebagainya. Di dalam kitab Pengkhotbah, Salomo menuliskan pendapatnya terkait hal ini. Menurutnya, siapakah yang dimaksudnya dengan orang yang berhikmat dan orang yang bodoh?
Ketika ada sebuah film baru dirilis, biasanya akan ada banyak orang yang memberikan ulasan mengenai film tersebut—apakah film tersebut dibuat dengan begitu baik atau sebaliknya, tidak menyenangkan. Namun, tidak semua orang langsung percaya terhadap ulasan tersebut. Sebagian orang ingin memeriksanya terlebih dahulu dan memberikan penilaian mereka sendiri.
Yusuf dari Arimatea. Nama ini tentu bukanlah suatu nama yang asing bagi kita yang suka membaca Alkitab. Dia adalah seorang anggota Majelis Besar. Dia juga adalah seorang yang kaya dan seseorang yang sangat dihormati. Hal ini mungkin yang menjadi alasan bagaimana ia dapat menghadap Pilatus, untuk meminta mayat Yesus.
Sewaktu kita sekolah, kita mungkin pernah datang terlambat. Alhasil, guru kita mungkin akan memberikan hukuman, misalnya dengan disuruh berdiri di depan kelas. Kita juga mungkin pernah terlambat menyerahkan tugas, baik ketika kita masih sekolah, kuliah, ataupun ketika telah bekerja. Apabila kita terlambat mengirimkan tugas, besar kemungkinan kita akan mendapatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan, seperti ditegur atau bahkan diberikan hukuman. Untuk menghindari hal yang tidak menyenangkan ini, kita akan berusaha untuk tidak terlambat dalam melakukan segala sesuatu.
Di era media sosial seperti sekarang ini, sangat mudah bagi seseorang untuk bersuara dan membuat sebuah isu menjadi viral. Namun, bukan tak mungkin apabila suara yang paling besar, meskipun belum tentu benar, dapat menjadi lebih dominan dan memengaruhi banyak orang. Dalam situasi seperti itu, suara kecil yang mengatakan kebenaran dapat menjadi tenggelam di tengah teriakan orang banyak. Gambaran ini membawa kita kembali pada peristiwa di zaman Yesus, ketika massa di Yerusalem berseru, “Salibkanlah Dia!”
Perikop pada hari ini menceritakan bagaimana Yesus diolok-olok, dipukuli, dan dihujat. Setelah itu, Ia dibawa ke depan Mahkamah Agama untuk dimintai keterangan. Namun, Yesus berkata bahwa sekalipun Ia menjawab, mereka tidak akan percaya, dan sekalipun Ia bertanya, mereka tidak akan menjawab. Dari pernyataan Tuhan Yesus ini, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya mereka telah mempunyai penilaian terhadap Yesus. Apa pun pembelaan yang akan Yesus berikan, mereka akan tetap berpegang pada penilaian mereka tersebut. Markus 15:10 juga menambahkan bahwa “imam-imam kepala telah menyerahkan Yesus karena dengki.”
Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam mendidik anak-anaknya, baik secara akademik maupun secara kepribadian. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk menanamkan sejak dini tentang apa yang benar dan apa yang salah. Ketika anak-anak melakukan sesuatu yang salah, orang tua harus berani untuk meluruskannya dan menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Bahkan, mungkin sebuah hukuman perlu diberikan untuk menunjukkan hal tersebut. Tapi pemberian hukuman ini tentu perlu dilakukan dengan kasih. Kita tidak boleh membiarkan perilaku anak kita yang salah tersebut dan tetap membelanya–menganggap mereka tidak berbuat salah–hanya karena mereka adalah anak kita.