SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 05 Sep 2020
“Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.” (Flp. 4:12)
“Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.” (Flp. 4:12)
Sikap hidup Paulus yang “dalam segala hal dan dalam segala perkara” adalah sikap yang patut dikagumi. Jiwanya selalu bebas merdeka tidak terpaku oleh keadaan, dan hatinya selalu damai sejahtera tidak terganggu oleh lingkungan. Lebih-lebih sewaktu menghadapi kehidupan masyarakat, Paulus tahu bagaimana membawa dirinya baik dalam kekurangan atau dalam kelimpahan, baik dalam hal kenyang maupun dalam hal kelaparan. Dia selalu dapat bebas dan tenang menghadapinya karena tidak ada sesuatu yang menjadi rahasia baginya.
Mengapa Paulus dapat tetap tenang menghadapi berbagai keadaan? Karena dalam segala hal dia belajar merasakan cukup. Dia berkata: “Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.” (Flp. 4:11) Seorang yang sudah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan tidak akan terpengaruh walaupun berada dalam kekurangan.
Paulus dapat merasa cukup dalam segala hal bukanlah karena dia bisa menyesuaikan diri akan kebutuhan materi, melainkan karena dia memiliki sumber daya rohani yang berlimpah. Oleh karena Kristus menjadi sumber makanan rohaninya sehingga rohaninya berkelimpahan. Ketenteraman dan keindahan batin ini bukan berasal dari dunia, maka apa pun keadaan dunia luar, Paulus selalu memiliki ketenangan dalam segala hal dan dalam segala perkara.
Setiap orang hidup di dunia ini harus berusaha mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dia harus berjerih lelah, bahkan ada yang harus bekerja siang dan malam mengorbankan waktu istirahat. Hal ini bisa dimaklumi karena tuntutan hidup. Tetapi bila dia tidak mengerti bagaimana mencukupkan dirinya, sekalipun berhasil mendapatkan banyak kekayaan, hatinya tetap tidak bisa merasa puas. Bila hati seseorang terikat oleh kekayaan, bagaimana dia bisa merasa tenang dalam segala hal dan perkara?
“Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?” (Pkh. 1:3)
“Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.” (Pkh. 2:11)
Setiap orang memang harus hidup berjerih payah untuk perkara dunia. Ini merupakan kewajiban bagi setiap manusia. Tetapi dengan berakhirnya hidup, semuanya akan berlalu, tidak ada yang bisa di bawa ke surga. Namun bila Anda mau berjerih lelah untuk Tuhan, maka sewaktu Anda menginggalkan dunia ini, Anda akan bergembira berjumpa dengan Tuhan oleh karena jerih lelah Anda itu!