SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 29 Aug 2020
“Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.” (Mzm. 131:2)
“Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.” (Mzm. 131:2)
Betapa bahagianya anak yang berbaring dekat ibunya. Ini merupakan gambaran kehidupan manusia yang paling indah! Sewaktu masih kecil, kita semua pernah berbaring di pangkuan ibu dengan tenang, menikmati suasana yang penuh sukacita dan tenteram. Tetapi entah kapan, tanpa disadari kebahagiaan yang sederhana ini berlalu dengan berjalannya waktu.
Ingatkah kita pada firman Allah yang mengatakan: “Hati yang tenang menyegarkan tubuh?” (Ams. 14:30) Bila hati kita tidak dapat tenang, tubuh kita tidak akan segar karena tidak mendapat santapan rohani dan tidak dapat mendengar suara Allah. Bukanlah karena Allah tidak mengabulkan doa kita, melainkan karena kita tidak mendengar suara lembut panggilan-Nya.
Kerap kali, walaupun sudah lama berdoa, timbul pertanyaan mengapa Allah tidak menjawab doa kita. Ini dikarenakan hati kita sedang dilanda badai hujan, sehingga suara Allah tertutup sampai tidak lagi terdengar. Tetapi bila kita menenangkan hati, dengan tenang berbaring dekat Allah seperti dahulu kita berbaring dekat ibu, maka suara Allah akan menjadi jelas di dalam hati kita, dan terang Allah akan menyinari roh kita!
Maka tenanglah! Janganlah hati kita menjadi tegang dan kacau karena ada orang bertengkar, ada kekacauan suasana, atau ada masalah yang mengganggu. Asalkan kita mau berlutut di hadirat Tuhan dan mencurahkan isi hati kita melalui doa, maka Allah akan menyatakan diri-Nya kepada kita. Saat itulah gelombang yang menderu di dalam hati kita akan berangsur reda, dan langit pun akan muncul pelangi.
Sewaktu di Gerar, Ishak pernah beberapa kali bertengkar dengan orang Filistin karena sumur air. Ishak yang tenang dan ramah merasa sangat menderita karena hal ini. Tadinya dia hanya ingin hidup tenang dan sederhana di Gerar bersama keluarganya, tetapi sekarang menjadi rumit dan keras, dan kekalutan ini membuat Ishak berpikir dengan cara yang baru.
Ishak menyadari bahwa orang Filistin yang serakah tidak akan puas hanya dengan merampas sumur-sumur itu. Dia tahu bahwa hanya dengan meninggalkan Gerar yang ribut dan pergi ke Bersyeba yang tenang untuk mencari Allah, barulah hidupnya akan mendapat kebaikan. Karena kesadarannya inilah, malam itu Allah menampakkan diri kepadanya. Keputusannya untuk meninggalkan Gerar membuat Ishak terlepas dari risau dan kuatir, dan dia sepenuhnya bersandar kepada pimpinan Allah. Maka hatinya mendapat ketenangan, seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya.
Wahyu dari Allah akan datang kepada orang yang tenang mencari Tuhan. Ishak dalam kemerdekaan rohnya mendengar suara Allah, dan mendapat janji berkat dari Allah.
“Dreaming of springtime” by Davide Gabino (aka Stròlic Furlàn) is licensed under CC BY-ND
“Serene Beach” by Darshan Simha is licensed under CC BY
“light Bulb” by Theo Crazzolara is licensed under CC BY