SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 25 Aug 2020
“Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Rm. 11:34)
“Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Rm. 11:34)
Pada malam itu, Yudas mengkhianati Tuhan Yesus dan datang bersama-sama dia serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung. Mereka diperintahkan oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi untuk datang ke taman Getsemani dan menangkap Tuhan Yesus. Pada saat itu Petrus yang mengasihi Tuhan Yesus tidak menghendaki Tuhan Yesus ditangkap. Dengan keberanian yang berdasarkan keinginan hati manusia, Petrus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinga kanannya.
Tuhan Yesus yang melihat itu, bukan hanya tidak setuju dengan perbuatan Petrus, tetapi juga berkata kepadanya, “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?” (Mat. 26:52-54) Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya.
Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Dia mengasihi manusia, hingga rela menerima hukuman pahit di kayu salib, mati menggantikan manusia, agar manusia berdamai dengan Tuhan dan dapat masuk ke kerajaan surga yang kekal. Dia juga tidak menggunakan kuasa-Nya untuk menghindari hukuman pahit kayu salib. Kasih yang begitu panjang, lebar, tinggi, dan dalam ini tidak dimengerti oleh manusia, Petrus pun tidak. Ini adalah kasih yang menyatakan sebuah misi yang harus diselesaikan tanpa menoleh ke belakang. Bahkan ketika dihadapkan dengan cawan pahit penderitaan kayu salib pun, Yesus tetap maju. Siapakah yang dapat menjadi penasihat-Nya dan memberikan saran yang lebih baik kepada-Nya bahwa Ia tidak perlu mati menggantikan dosa umat manusia? Lembu dan domba tidak dapat menggantikan dosa manusia, dan manusia yang berdosa pun tidak dapat menebus harga dosanya sendiri. Hanya Tuhan yang dapat menebus dosa-dosa kita dengan nyawa-Nya sendiri.
“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.” (Yesaya 53:4-6)
“Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya.” (Yes. 53:10)
“Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?” (Mat. 26:53) Ya! Apa yang mustahil bagi Tuhan? Jika bukan Dia sendiri yang rela disalib, siapakah yang dapat menyalibkan-Nya? Tenanglah! Tuhan mengetahui segala sesuatu, dan segala hal ada di tangan-Nya. Yang dianggap baik oleh manusia, sesungguhnya belum tentu baik. Dan yang kacau di mata manusia, sesungguhnya belum tentu kacau. Yang sepatutnya kita kuatirkan bukanlah bagaimana Tuhan menyelesaikan masalah, tetapi bagaimana kita menghadapi penghakiman-Nya!
“Dreaming of springtime” by Davide Gabino (aka Stròlic Furlàn) is licensed under CC BY-ND
“Serene Beach” by Darshan Simha is licensed under CC BY