SAUH BAGI JIWA
“Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku…’“
“Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku…’“
“Tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Ah, begitu mesra. Begitu tulus perkataan Adam kepada istrinya, Hawa, di Taman Eden. Sesungguhnya, Allah menghendaki agar Adam dan Hawa, laki-laki dan perempuan yang Ia ciptakan, berbagi kemesraan yang membahagiakan yang mempersatukan suami dan istri menjadi satu daging, tanpa ada apa pun yang memisahkan keduanya (Kej 2:21-24). Begitu menyatu dan begitu dekatnya sehingga selanjutnya Alkitab menekankan bahwa “mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu” (Kej 2:25).
Saya sering bertanya-tanya tentang ayat ini: dari sekian banyak hal yang dapat melukiskan hubungan suami-istri yang sempurna, mengapa justru Alkitab memilih yang satu ini – ketelanjangan tanpa rasa malu. Mari kita pikirkan sejenak tentang hal ini.
Mengenali nilai dan arti penting kehadiran Tuhan dalam pernikahan kita hanyalah langkah awal untuk memahami bagaimana Tuhan berkarya membawa kita lebih dekat kepada pasangan kita. Berpaling kepada Tuhan di tengah-tengah konflik dalam pernikahan kita adalah langkah selanjutnya untuk membuat konsep ini menjadi kenyataan.
Di tengah situasi yang memanas, ketika caci maki dan kritikan memenuhi atmosfir di sekitar kita dan pasangan kita, rasanya tidak mungkin kita dapat memikirkan hal-hal yang baik dari pasangan kita yang saat itu justru kita anggap sebagai laki-laki atau perempuan yang “tidak punya otak”. Seringkali kita akhirnya meninggalkan pasangan kita dengan hati yang sakit dan penuh ketidakpuasan, dan kita yakin bahwa sekali lagi pasangan kita telah berbuat salah dan telah mengecewakan kita.
“Bagaimana mungkin dia dapat melakukan hal yang sebodoh itu?” “Bagaimana mungkin dia dapat mengucapkan kata-kata yang sekasar itu?” Kita selalu bertanya-tanya demikian karena kita merasa diri kita benar, bukan?
Tetapi justru di saat-saat seperti inilah, di saat kita merasa tidak mampu mencintai pasangan kita, Tuhan sanggup memberikan kita hikmat dan kekuatan untuk menyeberangi jurang amarah itu, yaitu apabila kita berpaling kepada-Nya dan mencari pertolongan-Nya. Ini adalah suatu rahasia dan keajaiban yang luar biasa.
Walaupun mungkin sekarang ini kita belum dapat memahaminya dengan sepenuhnya, namun kita dapat mendengarkan pengalaman-pengalaman yang menyentuh hati dari pasangan suami-istri yang telah melaluinya. Mereka dapat melihat dan mengalami campur tangan Tuhan yang penuh kasih, yang membuat mereka sanggup untuk saling melembutkan hati mereka dan untuk menyadari sesuatu yang tidak mereka sadari sebelumnya.
Seringkali pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan ini terjadi sebagai buah yang indah dari pada doa. Roh Kudus Tuhan telah membantu umat percaya untuk melihat kekurangan dan perannya sendiri dalam menciptakan pertengkaran yang menyakitkan itu. Dan ketika pengajaran dan kasih Tuhan masuk ke dalam hatinya, maka kemarahan yang timbul karena pembenaran diri ini berubah menjadi kerendahan hati dan pertobatan.
Siapa yang benar dan siapa yang salah tidak lagi menjadi masalah. Pada akhirnya, ia dapat berinisiatif untuk berdamai kembali dengan tulus dan penuh kasih dengan pasangannya. Dan sebagai balasannya, pasangannya pun dapat dengan tulus memaafkan dan juga meminta maaf kepadanya. Inilah keajaiban campur tangan Tuhan.
Alkitab mencatat bahwa Roh Kudus Tuhan “akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” dan Roh Kudus adalah “Roh Kebenaran” yang akan memimpin umat percaya ke dalam seluruh kebenaran (Yoh 16:8, 13). Di saat kita tidak dapat melihat kesalahan kita sendiri, maka Tuhan akan menolong kita untuk melakukannya. Di saat kita tidak dapat menerima kebenaran firman-Nya, maka Tuhan akan membimbing hati kita untuk menerimanya.
Demikianlah, Tuhan sanggup mendatangkan kebaikan, kerendahan hati, dan bahkan tentu saja kasih ke dalam hati kita yang sedang terluka, penuh kepahitan, dan tidak mau memaafkan. Dia dapat menolong kita memperbaiki hubungan kita dengan pasangan kita menuju pada kehidupan pernikahan yang bersatu dalam Tuhan.