SAUH BAGI JIWA
Ketika Yesus dibawa oleh orang Yahudi ke hadapan Pilatus, Dia ditanyai, “Apakah Engkau raja orang Yahudi?” Yesus menjawab, “Engkau sendiri Mengatakannya.” Keadaan ini membingungkan Pilatus. Mengapa Yesus ingin menjadi raja? Mengapa Ia ditangkap? Mengapa orang-orang ingin membunuh-Nya? Mengapa pengikut-pengikut-Nya tidak membela Dia?
Untuk pertanyaan-pertanyaan ini, Yesus menjawab, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini” (Yoh 18:36).
Jawaban ini sulit diterima Pilatus sebab anggapannya tentang kerajaan sangatlah berbeda. Kerajaan Allah adalah rohani dan tidak tampak, sulit untuk dirasakan; dan karena itu, sulit untuk dimengerti. Inilah yang menghalangi pencarian kita akan Kerajaan Allah.
Ketika Yesus memasuki Yerusalem dengan menunggang keledai, orang-orang menyambut-Nya dan bersukacita, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Mat 21:6-9). Akan tetapi beberapa hari kemudian, ketika menyadari bahwa kerajaan yang hendak didirikan Yesus tidak memenuhi kebutuhan materi dan fisik mereka, mereka pun berseru, “Ia harus disalibkan!” Salibkan Dia. Apakah kita sama dengan mereka, tidak dapat melihat lebih dari yang di depan mata, tidak dapat mengenali nilai Kerajaan Allah? Jadi, apakah wujud Kerajaan Allah yang sebenarnya?
Ketika Yesus ditangkap, Dia tidak melawan. Pilatus tidak dapat memahami bagaimana mungkin Yesus yang tidak berdaya ini dapat membangun kerajaan-Nya. Bertentangan dengan pendapat umum, pendirian Kerajaan Allah tidak membutuhkan kekerasan. Pilatus mengalihkan proses penghakiman kepada orang-orang Yahudi, tetapi orang-orang Yahudi tidak memiliki kekuasaan untuk menghukum Yesus. Namun demikian, mereka bersikeras meminta darah Yesus. Mereka menuntut agar Yesus disalibkan.
Ini terjadi tepat seperti yang dinubuatkan Yesus dalam Injil Matius 20:17-19. Kristus mati untuk kita dan darah-Nya telah menghapus segala dosa kita. Itulah yang dilakukan-Nya ketika kita masih berdosa: pernyataan paling luar biasa akan kasih Allah kepada kita (Rm 5:8). Kerajaan Kristus didirikan bukan dengan kekerasan dan peperangan, melainkan dengan pengorbanan dan kasih. Kasih Tuhan mendorong kita untuk berlutut di hadapan-Nya dan menyerahkan diri kita sebagai persembahan yang hidup.
Paulus berkata, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.”
Bagaimana kita dapat hidup untuk Kristus? Dengan melakukan perintah-perintah-Nya: saling mengasihi, saling menasihati, saling memperhatikan, dan saling mendukung (1Ptr 4:8). Sehingga, siapa saja yang datang ke gereja dapat tersentuh oleh kehangatan kita dan merasakan karunia penyelamatan Kristus. Kemudian, mereka dapat berjalan bersama kita di jalan menuju Kerajaan Surga–Kerajaan yang bukan berasal dari dunia.