SAUH BAGI JIWA
“Maka kata Pilatus kepada-Nya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah…Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran…’“
“Maka kata Pilatus kepada-Nya: ‘Jadi Engkau adalah raja?’ Jawab Yesus: ‘Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah…Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran…’“
Untuk pertanyaan Pilatus apakah Yesus adalah raja, Yesus menjawab, “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” Pilatus kemudian bertanya, “Apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:37-38).
Pertanyaan ini diucapkan Pilatus dengan nada mengejek. Baginya dan banyak orang lain, kekuasaan dan kesuksesan adalah kebenaran. Bagaimana mungkin seorang pecundang berbicara tentang kebenaran? Pilatus tidak dapat memahami kerajaan Kristus.
Penyaliban Yesus tampaknya adalah akibat dari kekalahan-Nya. Kenyataan sesungguhnya, tindakan ini menggenapi rencana penyelamatan Allah dan memberikan kesaksian tentang kebenaran yang telah Ia kabarkan.
Meskipun telah melihat sejumlah mujizat, orang-orang Farisi tetap menghakimi Yesus dengan semena-mena. Mereka memilih untuk tidak menghiraukan teguran Yesus, meskipun mereka tahu bahwa yang dikatakan Yesus tentang pelanggaran mereka adalah benar (Mat 21:45). Orang-orang Farisi yang tidak mencari kebenaran Tuhan itu tidak akan dihitung sebagai orang yang diselamatkan.
Dasar iman kita dibangun di atas kebenaran Tuhan. Iman kita pada Tuhan sangat jelas, tidak tercampur aduk dengan tradisi maupun kebiasaan; kita tahu kepada siapa kita percaya (2Tim 1:12). Dan dari kepastian inilah terbuka harapan bagi kita untuk dapat masuk ke dalam kerajaan-Nya. Sebab itu, dasar iman kita mampu menahan semua pencobaan.
Kebenaranlah yang memelihara dan menghibur kita semua: kemakmuran dan harta benda materi kita sama sekali tidak berarti. Hanya dengan kebenaranlah kita dapat bertumbuh dalam kasih karunia Tuhan.
Di satu sisi, Yesus yang diadili penuh dengan kebenaran. Di sisi lain, orang-orang Yahudi yang haus akan darah Yesus justru penuh dengan kemunafikan. Dari Imam Besar Kayafas, orang-orang Yahudi membawa Yesus kepada Pilatus untuk diadili. Akan tetapi, karena hari Paskah, orang Yahudi tidak berani memasuki gedung pengadilan karena takut menjadi najis. Setelah menanyai Yesus, Pilatus mengumumkan pada orang-orang Yahudi bahwa ia tidak menemukan bukti atas tuduhan mereka (Yoh 18:38).
Orang-orang Yahudi ini memperlihatkan kemunafikan yang luar biasa. Di luar, mereka berusaha tampak saleh dengan menjauhi kenajisan. Tapi di dalam, mereka penuh dengan kebencian dan haus akan darah: Yesus harus mati.
Yesus sendiri pun pernah menggambarkan orang-orang Farisi sebagai “kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh dengan tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” Meskipun mereka telah mengirim Yesus ke dalam gedung pengadilan dengan maksud membuat Yesus menjadi najis, Yesus tidak tercemar; sebab Dia adalah perwujudan dari kekudusan.
Kita, yang menikmati anugerah Tuhan, hendaklah senantiasa ingat akan perintah Tuhan bahwa kita harus “menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” Ini berarti bahwa kita harus menjauhkan diri dari kemunafikan dan mengejar kekudusan: perkataan dan tingkah laku kita harus memancarkan pikiran kita yang sesungguhnya (1Ptr 1:15-16).
Kerajaan Allah diperuntukkan bagi yang tidak berdosa. Dari sikap Yesus menghadapi penganiayaan ini, kita belajar bahwa kita harus bersandar pada Roh Kudus sebagai kekuatan kita dalam mengejar kekudusan. Sehingga pada hari Kristus, kita tidak bercela, bercahaya seperti bintang-bintang di dunia.