SAUH BAGI JIWA
“Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku…’“
“Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku…’“
Dalam sisi rohani, banyak di antara kita yang merasa enggan untuk membuka pertahanan emosi kita kepada pasangan kita. Akibatnya pasangan kita tidak dapat melihat jati diri kita yang sebenarnya. Padahal sejalan dengan semakin bertambahnya usia pernikahan kita, maka semakin banyak pula kelemahan rohani yang akan kita temui dalam diri pasangan kita. Dan hal ini dapat membuat rasa hormat istri kepada suaminya sebagai pemimpin rohani dalam keluarga menjadi berkurang ataupun menghancurkan harapan suami yang mendambakan istrinya menjadi teman rohani yang kuat.
Dalam masa-masa ini, mungkin kita tidak lagi dapat bersikap manis kepada pasangan kita. Dan kita tidak dapat dengan rela menerima kekurangan rohaninya. Kita seharusnya dapat dengan lembut menanggapi ketidaksempurnaan pasangan kita sebagai kekurangan yang wajar yang dapat terus diperbaiki. Tetapi pada kenyataannya, yang kita lakukan justru adalah melontarkan hinaan kepada orang yang kita cintai itu dan menimbulkan luka hati yang sebenarnya tidak diperlukan.
Lalu bagaimana caranya kita dapat mengasihi pasangan ketika perasaan cinta itu sendiri mulai tawar? Ketika perasaan cinta kasih manusia memiliki keterbatasan, Firman Tuhan justru memberitahukan kita bahwa kasih yang dari Tuhan kekal adanya. “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya” (Yoh 15:10). Agar kita dapat tinggal dalam kasih Tuhan, maka kita harus menaati perintah-perintah-Nya. Dan ini begitu penting bila kita ingin dapat mengasihi pasangan kita, karena “Allah adalah kasih” dan “kasih itu berasal dari Allah” (1Yoh 4:7, 8).
Pikirkanlah analogi berikut: bila kita ingin terus mendapatkan air, maka kita membutuhkan pipa yang dapat mengalirkan air langsung dari sebuah danau atau sungai, bukankah demikian? Demikian pula, agar kita dapat mengasihi pasangan kita dengan tulus, tidak egois, dan sepenuhnya, maka amatlah logis bila dikatakan bahwa kita perlu mendekatkan diri kepada sumber dari kasih yang sempurna itu, yaitu Tuhan sendiri.
Ketika mula-mula kita secara naluri terjerat dalam perasaan jatuh cinta, mungkin kita tidak akan dapat memahami rahasia yang terkandung dalam pengajaran ini. Tetapi bila kita memeriksa dalam Alkitab, maka kita akan melihat bahwa “di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh 4:18).
Karena itu agar kita dapat membuka jiwa kita, tubuh kita, seluruh diri kita kepada pasangan kita tanpa rasa malu dan takut, maka kita mutlak membutuhkan Tuhan tinggal dalam diri kita sehingga kita dapat terus menimba kasih dari sumber kasih yang sempurna ini.