SAUH BAGI JIWA
“Dan orang-orang Bet-Semes berkata: ‘Siapakah yang tahan berdiri di hadapan TUHAN, Allah yang kudus ini? Kepada siapakah Ia akan berangkat meninggalkan kita?’“
“Dan orang-orang Bet-Semes berkata: ‘Siapakah yang tahan berdiri di hadapan TUHAN, Allah yang kudus ini? Kepada siapakah Ia akan berangkat meninggalkan kita?’“
Setelah menderita tulah penyakit borok-borok di tempat mana pun tabut Tuhan berada di negeri Filistin, orang-orang Filistin sudah tidak tahan lagi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengirimkannya kembali kepada orang Israel di Bet-Semes.
Mungkin kita berpikir bahwa peristiwa tersebut akan membawa sukacita dan kebahagiaan rakyat Israel. Tetapi, penggalan perikop dalam
Mengapa hal itu terjadi? Pada masa itu, bangsa Israel menyembah Tuhan di dalam Kemah Suci. Kemah Suci adalah tempat di mana hadirat Tuhan beserta dan tempat ini mempunyai tiga bagian–bagian terdalamnya adalah ruang maha kudus. Ruang ini tersembunyi dari pandangan umum oleh tirai yang sangat berat, sehingga dibutuhkan empat orang untuk memindahkannya. Hanya setahun sekali, seorang imam besar diizinkan masuk. Jika ada orang lain yang mencoba, mereka akan mati. Dan di dalam ruang maha kudus ini ada tabut perjanjian.
Mengapa kehadiran Allah di Kemah Suci tersembunyi dari pandangan? Ini karena Tuhan begitu kudus, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat melihat kemuliaan-Nya secara langsung dan hidup. Kekudusan Tuhan sering diabaikan dibandingkan dengan sifat lain-Nya yang terkesan lebih ‘menyenangkan,’ seperti halnya: belas kasihan, kasih sayang, kemurahan dan sebagainya. Seringkali, karena dosa dan kesombongan kita, kita menolak untuk mengakui kekudusan Tuhan karena ketidak-sucian kita.
Di dalam doanya kepada Tuhan, nabi Yesaya pernah berkata, “Lalu kataku: ‘Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam’ ” (Yes 6:5). Jika kita membaca ayat ini sesuai dengan konteksnya, kita akan menyadari bahwa sebelum mengatakan perkataan tersebut, nabi Yesaya memberitahukan orang-orang tentang dosa mereka dan keperluan mereka untuk bertobat. Namun, sekarang di hadirat Allah yang kudus, nabi Yesaya menjadi begitu peka dan sensitif akan dosa pribadinya sehingga ia membutuhkan pertobatannya sendiri.
Bagaimanakah kita pada hari ini? Apakah kita sudah menyadari dosa kita sendiri? Atau, apakah kita hanya memperhatikan dosa orang lain tanpa menyadari bahwa kita sebenarnya telah berdosa terhadap Tuhan? Luangkanlah waktu untuk merenungkan kekudusan Tuhan dan akuilah dan mohonlah pengampunan dari pada-Nya apa pun dalam kehidupan kita yang tidak kudus. Allah menghakimi bukan hanya bangsa-bangsa lain, tetapi juga umat-Nya sendiri. Dia kudus dan siapapun yang menyembah-Nya juga harus melakukannya dalam kekudusan.