SAUH BAGI JIWA
Perkataan “aku sayang padamu” seringkali diucapkan oleh seseorang yang sedang jatuh cinta. Tentunya, perasaan kasih sayang tersebut perlu dibuktikan dengan perbuatan. Terlepas dari maraknya berita tentang suami atau istri yang meninggalkan pasangannya karena kesulitan ekonomi ataupun kekurangan fisik yang diderita pasangannya; saya terkesan dengan sebuah berita tentang sepasang suami istri lansia yang sudah menjalani pernikahan mereka selama enam puluh tahun lebih. Sang suami, meskipun kekuatan fisiknya yang sudah menurun, dengan kasih sayangnya memasak, menyuapi dan memandikan istrinya yang berada di kursi roda, lumpuh akibat penyakit yang telah dideritanya sejak beberapa puluh tahun lalu. Sungguh sebuah pengorbanan cinta kasih sejati!
Kisah cinta kasih sepasang suami istri di atas merupakan pengorbanan kasih tanpa pamrih. Sang suami tidak lagi mengharapkan imbalan akan kasih yang diberikan, melainkan ia melakukan pengorbanan oleh sebab ketulusan cintanya akan pasangannya, tanpa pamrih.
Firman Tuhan memberitahukan kepada kita bahwa kasih yang demikian—seperti halnya pengorbanan kasih yang dilakukan suami terhadap istrinya—adalah cinta kasih yang telah dilakukan Tuhan Yesus kepada kita, umat-Nya. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus menekankan bahwaKristus mengasihi jemaat bahkan Ia rela menyerahkan dan mengorbankan diri-Nya sendiri demi kita agar kita dapat merasakan pengasuhan dan perawatan kasih-Nya (Ef 5:25, 28, 29).
Jika saja kita juga dapat membangun hubungan yang demikian dengan Tuhan, seperti layaknya sepasang suami istri, yaitu mau berkorban lebih banyak untuk Tuhan atas dasar cinta kita pada-Nya, tanpa pamrih maupun pengharapan akan imbalan berkat-berkatNya, maka hubungan kita dengan Tuhan akan terasa jauh lebih indah. Ketika kita mencintai Tuhan seperti layaknya pasangan kita, maka kita pun akan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya tanpa merasakan suatu beban.
Sama seperti seorang istri yang dikasihi suaminya oleh pengorbanan cinta, hendaknya kita juga menghormati dan tunduk kepada ketetapan yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Sebagai jemaat yang telah dikasihi dan dicintai oleh Kristus, marilah kita menghargai pengorbanan cinta kasih-Nya yang tanpa pamrih itu. Sama halnya seperti suami yang bersatu dengan istrinya: bukan hanya menjadi satu daging, tetapi juga satu kasih, satu jiwa dan satu tujuan; demikianlah rahasia yang besar ini dinyatakan dalam hubungan cinta kasih antara Kristus Yesus dengan kita, umatNya (Ef 5:31, 32).
Seperti Kristus yang telah mengasihi kita dengan pengorbanan cinta tanpa tuntutan apa-apa, demikian pulalah hendaknya kita mengasihiNya dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan apapun—sebab kasih yang kita bina dengan Tuhan Yesus adalah cinta kasih seperti layaknya sepasang suami istri: pengorbanan cinta kasih tanpa pamrih.