SAUH BAGI JIWA
“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” (Matius 25:21a)
“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” (Matius 25:21a)
Ketika Abraham telah menjadi tua dan Ishak telah mencapai usia untuk menikah, Abraham mulai berencana untuk mencarikan istri bagi Ishak. Maka, ia mengutus hambanya yang paling tua dan paling dipercaya pergi ke negeri asalnya dan kepada sanak saudaranya untuk mengambil seorang istri bagi Ishak. Melalui peristiwa ini, kita melihat betapa hamba Abraham itu taat dan setia kepada tuannya, serta takut akan Tuhan.
Hamba itu taat pada perintah Abraham, bahkan bersumpah untuk mencarikan perempuan yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Abraham. Penulis Kitab Kejadian 24:10a mencatatkan, “Kemudian hamba itu mengambil sepuluh ekor dari unta tuannya dan pergi dengan membawa berbagai-bagai barang berharga kepunyaan tuannya.” Dari sini kita dapat melihat bahwa hamba itu jujur dan dapat dipercaya. Saat itu, ia membawa sepuluh ekor unta dan berbagai barang berharga. Ia pergi sendirian. Jika ia seorang hamba yang jahat, bisa saja ia membawa lari semuanya, atau paling tidak, menahan sebagian untuk dirinya sendiri. Ia berbeda sekali dengan Gehazi, hamba Elisa, yang tamak akan harta.
Rupanya, ia pun adalah seorang yang beriman. Mungkin setelah lama mengikuti Abraham, ia telah melihat iman Abraham dan kemudian itu berdampak pada dirinya juga. Sehingga, di tengah perjalanannya, ia terpikir untuk memohon pertolongan Tuhan agar ia dapat menyelesaikan tugas yang diberikan Abraham dengan baik. “Lalu berkatalah ia: ‘TUHAN, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham’ ” (Kej 24:12). Ia memohon agar Tuhan membimbing dan memberikan petunjuk. Ia tidak bersandar pada diri sendiri, tetapi bersandar pada pertolongan Tuhan.
Kemudian, setelah ia bertemu dengan Ribka dan yakin bahwa Ribka-lah calon istri yang dipilih Tuhan untuk Ishak, maka ia segera bersujud dan menyembah Tuhan, serta berkata: “Terpujilah TUHAN, Allah tuanku Abraham, yang tidak menarik kembali kasih-Nya dan setia-Nya dari tuanku itu; dan TUHAN telah menuntun aku di jalan ke rumah saudara-saudara tuanku ini!” (Kej 24:27). Ketika misinya berhasil, hamba itu tidak memegahkan diri, melainkan mengucap syukur dan memuji Tuhan. Ia menyadari sepenuhnya bahwa Tuhan-lah yang membuat perjalanannya berhasil.
Teladan dari hamba Abraham ini patut kita tiru. Sebagai hamba-hamba Tuhan, kita pun harus menjadi hamba yang taat dan setia. Sebelum memulai segala sesuatu, kita harus mendahuluinya dengan doa. Kita memohon karunia, penyertaan, petunjuk, dan hikmat dari Tuhan, agar kita dapat melakukan semua tugas dengan baik. Dan setelah berhasil melakukannya, janganlah kita memegahkan diri. Sebaliknya, kita harus mengucap syukur kepada Tuhan atas pertolongan-Nya. “Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.” (Za 4:6b).
Kesadaran bahwa keberhasilan pekerjaan kita bukanlah karena upaya kita sangatlah penting. Ini mencegah kita untuk menjadi sombong dan bersandar pada diri sendiri. Penulis Injil Lukas 17:10 menasihati pembaca, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Kiranya kita dapat menjadi hamba yang setia, yang bisa dipercaya, bisa menyelesaikan setiap tugas dengan baik, dan tidak mengambil kemuliaan Tuhan.