SAUH BAGI JIWA
“Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus” (Markus 16:1)
“Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus” (Markus 16:1)
Setelah kematian Tuhan Yesus, penulis kitab Injil menceritakan mengenai Maria Magdalena yang pergi ke kubur Yesus pada pagi-pagi benar, bahkan ketika hari masih gelap. Maria tahu bahwa tubuh Tuhan Yesus telah dikafani dengan kain lenan, dibaringkan dalam kubur dan dengan batu yang sudah digulingkan menutup pintu kubur (Mrk 15:47).
Ada orang yang mungkin beranggapan bahwa apa yang dilakukan Maria adalah hal yang berlebihan. Bukankah Yesus sudah dikafani dan dibubuhi oleh rempah-rempah (Yoh 19:40)? Bukankah pintu kubur sudah ditutup dengan batu? Bahkan kubur itu sudah dimeteraikan dan dijaga oleh penjaga-penjaga atas perintah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi (Mat 27:66)! Jadi, bagaimana mungkin para penjaga akan membiarkan Maria dan beberapa perempuan itu membuka meterai dan menggulingkan batu pintu kubur?
Tetapi penulis Injil Markus mencatatkan bahwa Maria Magdalena dan beberapa perempuan lainnya tetap pergi ke kubur Yesus. Sebelumnya, mereka telah membeli rempah-rempah dan minyak untuk tubuh Yesus di dalam kubur. Harga rempah-rempah dan minyak pada zaman itu sesungguhnya tidak murah. Meskipun demikian, mereka tetap membelinya untuk Yesus. Sungguh, kasih dan kerinduan mereka terhadap Yesus tercermin dari sikap mereka!
Wujud kasih yang dilakukan Maria dapat menjadi teladan tersendiri bagi kita di dalam menjalin hubungan kita dengan orangtua rohani, Allah Bapa kita. Pada hari ini, begitu banyak orang berusaha untuk membalas kebaikan yang telah mereka terima dari Tuhan. Meskipun demikian, tidak jarang juga ada orang-orang yang memiliki motif pribadi–membalas kebaikan Tuhan dengan pemikiran bahwa Tuhan akan memberikan lebih banyak berkat kepada mereka. Namun, kasih yang dilakukan dengan semangat yang semu justru akan menjadi batu sandungan tersendiri bagi orang tersebut–terutama jika ia merasa bahwa berkat yang diterima tidak sesuai dengan keinginannya.
Maria, beserta dengan perempuan-perempuan lainnya, tetap memutuskan untuk membeli rempah dan minyak; meskipun mereka tahu bahwa tubuh Yesus sudah dikafani dan sebelumnya sudah dirempahi, bahkan pintu kubur pun sudah ditutup dan dimeteraikan oleh para penjaga!
Sungguh semangat yang begitu besar. Setelah kebangkitan Yesus, penulis Injil Yohanes mencatatkan dua perbedaan nyata antara Maria dengan murid Tuhan. Di satu sisi, tangisan kesedihan Maria dekat kubur akhirnya menjadi semangat dalam kasih–setelah Tuhan Yesus menampakkan diri padanya. Dalam tata bahasa asli, dijelaskan bahwa Maria bahkan pergi dan berkata secara terus-menerus dan berulang-kali kepada murid-murid yang lain tentang kebangkitan-Nya (Yoh 20:18). Semangat dalam iman pada Yesus tetap ia lanjutkan dalam hidupnya.
Sebaliknya, setelah tahu bahwa tubuh Yesus tidak ada dalam kubur, murid-murid kembali ke rumah. Meskipun pada akhirnya Yesus menampakkan diri-Nya pada murid-murid, mereka kembali menjadi nelayan (Yoh 20:19, 26). Semangat untuk menjadi penjala manusia sudah redup. Padahal Maria dan murid-murid sama-sama menyaksikan kebangkitan Tuhan.
Pada hari ini, tidak sedikit anak-anak Tuhan yang seperti Maria, di dalam kepedihan hati, tetap rindu untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan tetap bersemangat di dalam iman. Namun, tidak jarang juga anak-anak Tuhan yang seperti murid-murid, saat merasa putus harapan, mereka berhenti melakukan sesuatu bagi Tuhan. Api semangat mereka bagi Tuhan tidak lagi menyala. Kiranya Roh Kudus-Nya tetap membimbing dan menguatkan kita untuk tetap memiliki kerinduan dan semangat yang menyala-nyala bagi-Nya di dalam kondisi apapun. Amin!