SAUH BAGI JIWA
“Tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya” (Yohanes 11:15a)
“Tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya” (Yohanes 11:15a)
Yesus menerima kabar dari Maria dan Marta bahwa Lazarus sakit. Maria dan Marta telah melihat dan mendengar bagaimana Yesus telah banyak menyembuhkan orang-orang yang sakit. Maka ketika saudara mereka, Lazarus, sakit, mereka segera memberitahu Yesus. Mereka berharap Yesus dapat segera datang dan menyembuhkan saudara mereka itu.
Namun, yang ditunggu tidak datang-datang, sampai akhirnya Lazarus pun mati, bahkan telah dikubur. Yesus bukan tidak mengetahui bahwa mereka menunggu kedatangan-Nya, tapi Dia memang sengaja melakukannya. Dia menghendaki agar mereka belajar untuk percaya. Tapi tampaknya Maria dan Marta belum mengerti, sehingga keduanya mengucapkan perkataan yang sama, “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Dengan kata lain, mereka ingin mengatakan, “Tuhan, Engkau terlambat. Kalau saja Engkau datang lebih awal, Engkau dapat menyembuhkan saudara kami, sehingga dia tidak akan mati.”
Bahkan Marta yang berkata, “Tetapi sekarang pun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya,” tidak benar-benar mengerti apa yang dikatakannya itu. Sebab ketika Yesus berkata bahwa Lazarus akan bangkit, Marta mengira itu adalah kebangkitan di akhir zaman kelak. Padahal sesungguhnya, pada waktu itu Yesus ingin memberitahu Marta bahwa bagi Tuhan tidak ada kata terlambat dan juga tidak ada yang mustahil.
Dalam kehidupan ini, kita pun seringkali bersikap seperti Maria dan Marta. Kita berkata bahwa kita percaya kepada Yesus dan tahu bahwa Dia dapat melakukan segala sesuatu, bahkan untuk hal-hal yang tampaknya mustahil. Namun dalam praktiknya, sikap dan tindakan kita menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya percaya. Seringkali kita ingin melihat dahulu, baru kita percaya. Tetapi Yesus menghendaki sebaliknya. Dia ingin kita percaya, bahkan sebelum mukjizat terjadi.
Dalam salah satu pengajaran-Nya, Yesus pernah berkata, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20b). Biji sesawi adalah biji yang sangat kecil, namun iman sekecil itu saja mampu memindahkan gunung! Jadi, asalkan kita percaya, mukjizat dapat terjadi. Namun, tentu saja jika itu sesuai kehendak Tuhan.
Sama seperti dalam peristiwa Marta dan Maria, Tuhan pun kadang kala tidak segera menjawab atau mengabulkan permohonan kita, agar kita dapat belajar untuk percaya. Yesus pernah berkata dalam Yohanes 20:29b, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Selaras dengan perkataan Yesus, penulis kitab Ibrani pun menjelaskan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1).
Dengan kata lain, seringkali apa yang kita harapkan akan kehendak Tuhan atas diri kita ternyata berbeda dengan kenyataan hidup yang kita jalani; dan apa yang kita lihat atau hadapi dalam hidup, jauh berbeda dengan apa yang kita telah yakini. Tetapi itulah iman–bagaimana kita dapat tetap setia dan percaya pada kehendak pimpinan Tuhan atas hidup kita, meskipun kenyataan hidup sangat jauh berbeda dari apa yang telah diharapkan. Kiranya kasih karunia-Nya senantiasa beserta dengan kita, membimbing setiap jalan langkah kehidupan kita. Amin.