SAUH BAGI JIWA
“Beginilah firman TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!” (Zakharia 7:9)
“Beginilah firman TUHAN semesta alam: Laksanakanlah hukum yang benar dan tunjukkanlah kesetiaan dan kasih sayang kepada masing-masing!” (Zakharia 7:9)
Setelah orang Israel kembali dari pembuangan di Babel, mereka menyuruh utusan untuk bertanya kepada para imam dan nabi tentang apakah mereka harus tetap berpuasa seperti yang telah mereka lakukan selama masa pembuangan? Terhadap pertanyaan mereka itu, Tuhan balik bertanya: “Ketika kamu berpuasa dan meratap dalam bulan yang kelima dan yang ketujuh selama tujuh puluh tahun ini, adakah kamu sungguh-sungguh berpuasa untuk Aku?” (Zak 7:5).
Tuhan menjawab demikian karena selama ini orang Israel berpuasa hanya demi kepentingan mereka sendiri. Selama masa pembuangan itu mereka sangat menderita dan susah, sehingga melalui puasa itu mereka berharap Tuhan berbelas kasih dan mau melepaskan mereka dari Babel. Mereka sama sekali tidak menyadari kesalahan yang telah mereka perbuat, sehingga tidak pernah mengakui atau menyesalinya. Jika saja mereka mau introspeksi dan merenungkan perbuatan mereka, maka mereka akan tahu bahwa sesungguhnya Tuhanlah yang merencanakan semua itu. Tindakan mereka telah membangkitkan murka Tuhan, sehingga Tuhan menghukum mereka dengan cara itu. Motivasi puasa seperti itu sama sekali tidak berkenan kepada Tuhan, sebab yang Tuhan kehendaki adalah pertobatan mereka.
Puasa juga merupakan ibadah kepada Tuhan. Maka ketika kita melakukan ibadah, motivasi yang ada di baliknya sangat penting. Jika kita melakukan ibadah hanya secara lahiriah atau untuk dilihat orang, maka ibadah itu tidak diperkenan Tuhan. Hanya, ketika motivasi ibadah kita benar, maka Tuhan akan berkenan. Ibadah yang diperkenan Tuhan adalah ibadah yang keluar dari dalam hati kita. Ibadah dengan motivasi untuk menyenangkan Tuhan dan membalas kebaikan-Nya.
Melalui nabi Zakharia, Tuhan menghendaki orang Israel untuk melaksanakan hukum yang benar, menunjukkan kesetiaan dan saling mengasihi. Perintah yang sama juga berlaku bagi kita sekarang ini. Penulis Injil Markus 12:33 berkata, “Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” Jadi, mengasihi Tuhan dan sesama manusia dengan segenap hati itulah yang merupakan perwujudan ibadah yang benar dan berkenan kepada Tuhan, bukan sekedar persembahan dan korban.
Lalu bagaimana dengan ibadah kita kepada Tuhan? Apakah kita telah melakukan ibadah yang benar dan berkenan kepada-Nya? Dengan kata lain, ibadah pada Tuhan bukan semata-mata perbuatan datang ke rumah Tuhan mengikuti kebaktian dan persekutuan, tetapi juga perlu dinyatakan dalam kehidupan nyata–bagaimana kita bersikap terhadap anggota keluarga di rumah, terhadap rekan sekerja di kantor ataupun terhadap sesama manusia dalam masyarakat. Apakah mereka semua dapat melihat Kristus dalam diri kita? Itulah ibadah yang sejati, yang diinginkan oleh Allah. Kiranya renungan ini dapat memotivasi kita untuk beribadah dengan benar di hadapan-Nya.