SAUH BAGI JIWA
“Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yudas 1:3)
“Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yudas 1:3)
Melalui suratnya, Yudas menasihati orang percaya untuk tetap berjuang dalam mempertahankan iman yang telah mereka terima. Nasihat ini disampaikan mengingat bahwa pada saat itu terdapat banyak ajaran dan guru palsu, serta penderitaan dan penganiayaan yang dialami oleh para pengikut Kristus.
Sesungguhnya nasihat ini juga berlaku bagi kita yang hidup di zaman akhir ini. Saat ini pun terdapat ajaran-ajaran yang dapat menyimpangkan kita dari kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa menguji setiap ajaran yang kita terima, seperti halnya jemaat di Berea (Kis 17:11).
Selain itu surat Yudas juga menyebutkan contoh-contoh lain tentang berbagai hal yang dapat membuat iman kita jatuh. Mulai dari perbuatan mengejar hawa nafsu dan keinginan daging seperti halnya Sodom dan Gomora, ketidaktaatan dan ketidakpercayaan pada janji Tuhan seperti halnya bangsa Israel di padang gurun, sampai kepada kekerasan hati dan penolakan terhadap nasihat firman Tuhan seperti halnya Kain.
Penulis surat Yudas begitu kuatir dan peduli akan pertumbuhan iman kerohanian jemaat, sehingga ia dengan tegas mengingatkan, “akan tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus” (Yud 1:20).
Bagaimana caranya agar seseorang dapat tetap teguh berdiri dalam iman dan tidak menyimpang? Penulis surat Yudas menyampaikan bahwa untuk menjadi “kuat rohani,” seseorang perlu membangun dirinya sendiri–memperbaiki serta mengevaluasi diri. Namun, perbuatan membangun tersebut harus dilakukan di atas dasar iman yang paling suci–di atas dasar Tuhan Yesus serta kebenaran-Nya. Ini semua tentunya harus diiringi dengan doa dalam Roh Kudus, agar Tuhan dapat memberikan kita kekuatan dan bimbingan di dalam menghadapi berbagai pengaruh yang dapat mengombang-ambingkan iman kita.
Mengenai dasar iman, Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose pernah memberikan sebuah nasihat, “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kol 2:6-7).
Setelah iman dibangun di atas dasar Kristus, Rasul Paulus juga menekankan tentang pentingnya memperteguh iman tersebut. Dalam bahasa aslinya, frase itu memiliki nuansa berkelanjutan, “iman diperteguh secara terus-menerus,” yang berarti bahwa perbuatan meneguhkan iman harus dilakukan senantiasa, sepanjang hidup kita.
Selain itu, iman yang dibangun juga harus didukung dengan limpahan rasa syukur. Sebab dengan kita menyimpan dan terus mengumpulkan rasa syukur terhadap berkat maupun pertolongan dan pengajaran serta bagaimana Tuhan mendisiplinkan kita; maka hal itu akan menjadi penguat bagi bangunan iman kita agar tetap kokoh dan tidak runtuh terhadap kekecewaan ataupun amarah yang dapat memperlemah iman kerohanian kita. Kiranya kasih karunia Tuhan senantiasa menyertai kita semua. Haleluya!