SAUH BAGI JIWA
“Karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku” (Kejadian 26:5)
“Karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku” (Kejadian 26:5)
Tidak berlebihan jika Abraham disebut sebagai bapa orang beriman. Sebab paling tidak, ada tiga peristiwa yang mendukung sebutan tersebut. Ia adalah orang yang senantiasa mendengarkan perkataan Tuhan, percaya, dan bersedia untuk melakukannya.
Ketika Tuhan berfirman kepadanya untuk pergi keluar dari negerinya dan dari sanak saudaranya untuk pergi ke suatu negeri yang akan Tuhan tunjukkan kepadanya, ia taat. Tanpa berdalih, ia segera pergi meninggalkan Ur-Kasdim, kampung halamannya itu, dan pergi menuju tanah perjanjian, Kanaan. Padahal diketahui bahwa pada saat itu, Ur-Kasdim adalah suatu daerah yang subur. Kehidupan Abraham saat itu sudah nyaman. Tetapi ketika Tuhan memerintahkannya untuk pergi dari situ, Abraham taat. Ia rela meninggalkan zona nyamannya, untuk pergi ke suatu negeri, yang sama sekali asing baginya. Sungguh hal yang tidak mudah! Meninggalkan zona nyaman saja sulit, apalagi harus pergi ke suatu tempat yang tidak dikenal.
Kemudian Tuhan mengadakan perjanjian dengannya dalam Kejadian 12:2, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.” Saat itu, usianya sudah relatif lanjut dan ia belum memiliki keturunan. Bagaimana mungkin ia akan menjadi suatu bangsa yang besar? Mulanya, Abraham pun meragukan janji Tuhan itu. Tetapi, ketika Tuhan mengulangi perjanjian-Nya mengenai anak, Abraham pun percaya.
Terakhir, ketika imannya diuji, Abraham lulus. Yaitu, ketika ia diuji untuk mempersembahkan putra tunggalnya sebagai korban bagi Tuhan. Tentu ini merupakan ujian yang sangat berat bagi Abraham. Anak yang dengan susah payah didapat dan dibesarkannya, kini harus dijadikan korban persembahan. Abraham bisa saja menolak, atau paling tidak mempertanyakan maksud Tuhan. Tetapi ia tidak berbuat demikian. Ia percaya saja. Ia taat dan melakukan semua perintah Tuhan, tanpa berdalih.
Abraham telah membuktikan imannya melalui perbuatan-perbuatannya, sehingga Tuhan memperhitungkannya sebagai kebenaran. Abraham bisa sepenuhnya taat kepada Tuhan karena ia sungguh percaya kepada-Nya–meskipun ia belum pernah melihat negeri yang Allah akan tunjukkan; meskipun usianya yang lanjut saat itu namun belum memiliki keturunan; meskipun ia diperintahkan untuk mengorbankan anaknya yang justru diberikan oleh Tuhan sendiri! Sungguh luar biasa! Maka sebutan sebagai bapa orang beriman adalah sebutan yang layak baginya.
Mengenai iman Abraham, penulis surat Ibrani pun berkata, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibr 11:6). Kiranya kita memiliki iman yang besar seperti Abraham. Kita harus belajar percaya kepada Tuhan karena iman dan ketaatan memiliki hubungan yang erat dan saling terkait. Sebab hanya ketika kita percaya Tuhan, maka kita bisa taat kepada-Nya. Kesungguhan iman kita akan tercermin dari ketaatan yang penuh pada ketetapan-Nya. Jadi, usahakanlah agar iman kita terus bertumbuh agar kita dapat semakin menaati-Nya.